LAPORAN PENDAHULUAN dan
ASUHAN KEPERAWATAN
STEMI dan PCI (PERCUTANEUS CORONARY INTERVENTION)
Di R. 5 CVCU RSUD dr.
Saiful Anwar Malang
Oleh :
HANIFAN FAUZI
2014.03.036
PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN
KEPANJEN - MALANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan
pendahuluan dengan judul “STEMI
dan PCI (PERCUTANEUS
CORONARY INTERVENTION)”
di ruang 5 RSUD dr. Saiful Anwar Malang, telah diperiksa dan disetujui oleh
pembimbing :
Mengetahui,
|
|||
|
|||
Pengertian
ST Elevasi miokard infark adalah
rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah
koroner oleh proses degenerative maupun di pengaruhi oleh banyak factor dengan
ditandai keluhan nyeri dada,peningkatan enzim jantung dan st elevasi peda pemeriksaan EKG.STEMI adalah cermin dari
pembulu darah koroner tertentu yg tersumbat total sehingga sehingga aliran
darahnya benar benar terhenti ,otot jantung yg dipengaruhi tidak dapat nutrisi
oksigen dan mati.
ST elevation myocardial infarction
(STEMI)
merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di Negara maju. Laju
mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien
mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas
menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang
tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA
(Sudoyo, 2006).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation
myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom
koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa
elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya (Sudoyo, 2006).
Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor seperti : Merokok, hipertensi, akumulasi lipid.
Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat
tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark
terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan
jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika
mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich
core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red
trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap
terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi
rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu
aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan
A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi
fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada
protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua
platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh
pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan
konversi protombin menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen
menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami
oklusi oleh trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI
dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli
koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik.
Manifestasi Klinis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada
perlu dilakukan anamnesa secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari
jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari
jantung dibedakan apakah nyerinnya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor
risiko antara lain hipertensi, diabetes militus, dislipidemia, merokok, stress
serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.
1. Nyeri Dada
Bila dijumpai pasien dengan nyeri
dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA
atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah dalam jangka panjang dapat
menyebabkan konsekuensi yang berat.
Nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala cardinal pasien IMA. Gejala ini merupakan petanda awal dalam
pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
a) Lokasi: substernal, retrosternal,
dan prekordial.
b) Sifat nyeri: rasa sakit, seperti
ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas,
dan diplintir.
c) Penjalaran ke: biasanya ke lengan
kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut,
dan juga ke lengan kanan.
d) Nyeri membaik atau hilang dengan
istirahat, atau obat nitrat.
e) Faktor pencetus: latihan fisik,
stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
f) Gejala yang menyertai: mual, muntah,
sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas.
Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada
data-data dari evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial
yang terus berkembnag ataupun konsesus dari para ahli sesuai pedoman
(guideline).
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat,
menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi perfusi yang
mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian
obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman
(guidelie) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun
2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi
sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada
(khususnya di bidang kardiologi Intervensi).
1. Tatalaksana Awal
2. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok
komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik
(pump failure). Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI
disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi
dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam
pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien yang
dicurigai STEMI antara lain:
a) Pengenalan gejala oleh pasien dan
segera mencari pertolongan medis.
b) Segera memanggil tim medis emergensi
yang dapat melakukan tindakan resusitasi.
c) Transportasi pasien ke Rumah Sakit
yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang
terlatih.
d) Melakukan terapi perfusi.
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien
biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu
mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal
ini bisa di tanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga
professional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan
jika ada paramedic di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG
dan tatalaksana STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggung jawab
pada pemberian terapi. Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital
ini belum bisa dilakukan.
Panel A: Pasien dibawa oleh EMS setelah memanggil 9-1-1:
Reperfusi pada pasien STEMI dapat dilakukan dengan terapi farmakologis
(fibrinolisis) atau pendekatan kateter (PCI primer). Implementasi strategi ini
bervariasi tergantung cara transportasi pasien dan kemampuan penerimaan rumah
sakit. Sasaran adalah waktu iskemia total 120 menit. Waktu transport ke rumah
sakit bervariasi dari kasus ke kasus lainnya, tetapi sasaran waktu iskemik
total adalah 120 menit. Terdapat 3 kemungkinan:
a) Jika EMS mempunyai kemampuan
memberikan fibrinolitik dan pasien memennuhi syarat tetapi, fibrinolisis pra
rumah sakit dapat dimulai dalam 30 menit sejak EMS tiba.
b) Jika EMS tidak mampu memberikan
fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit yang tak
tersedia sarana PCI, hospital door-needle time harus dalam 30 menit untuk
pasien yang mempunyai indikasi fibrinolitik.
c) Jika EMS tidak mampu memberikan
fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit dengan
sarana PCI, hospital-door-to-balloon time harus dalam waktu 90 menit.
- Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada
pasien yang dicurigai STEMI mencakup: mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi perfusi segera, triase
pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
- Tatalaksana Umum
·
Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan
pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
·
Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan
dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit.
Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh
kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT
intravena juga diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan
darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel
kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi).
Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5
inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi
nitrat.
·
Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting,
karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi
dan meningkatkan beban jantung.
·
Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesic pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis
total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah
konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi
pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek
hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu
diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan
efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi,
terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian atropine 0,5 mgIV.
·
Aspirin
Aspirinmerupakan tatalaksana dasar pada pasien yang
dicurigai STEMI dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai
dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg...
1. Risiko STEMI
Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam
menilai risiko mortalitas pada pasien STEMI. JIka estimasi mortalitas dengan
fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada pasien renjatan kardiogenik, bukti
klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik.
2.
Risiko Perdarahan
Penilaian terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan
pada pasien. Jika terapii reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolisis,
semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat keputusan
untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi reperfusi
farmakologis harus mempertimbangkan mafaat dan risiko.
Langkah-langkah
Penilaian dalam Memilih Terapi Reperfusi pada Pasien STEMI:
Langkah
1: Nilai waktu dan risiko
a) Waktu sejak onset gejala
b) Risiko STEMI
c) Risiko fibrinolisis
d) Waktu yang dibutuhkan untuk
transportasi ke laboratorium PCI yang mampu
Langkah
2: Tentukan apakah firinolisis atau strategi invasif lebih disukai. Jika
presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi
invasive, tidak ada preferensi untuk strategi lain.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Aktifitas
a. Gejala : Kelemahan,
Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, Jadwal olah raga tidak
teratur
b. Tanda :
Takikardi, Dispnea pada istirahat atau aaktifitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala :
riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus.
b. Tanda : Tekanan
darah, Dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk atau berdiri.
3. Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
4. Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan
gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
5. Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
jantung, Friksi ; dicurigai Perikarditis, Irama jantung dapat teratur atau
tidak teratur
6. Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema
umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran
mukossa atau bibir
7.
Integritas ego
a.
Gejala : menyangkal gejala penting atau
adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau
perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
b.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas,
kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri
sendiri, koma nyeri.
8.
Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
9.
Makanan atau cairan
a.
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa,
nyeri ulu hati atau rasa terbakar
b.
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit
kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
10.
Higiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
11.
Neurosensori
a.
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur
atau saat bangun (duduk atau istrahat )
b.
Tanda : perubahan mental, kelemaha
12.
Nyeri atau ketidaknyamanan
a.
Gejala : Nyeri dada yang timbulnya
mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
b. Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan,
ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
c. Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
d. Intensitas :
Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang
pernah dialami. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca
operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia
13. Pernafasan:
a. Gejala :
dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat dispnea nokturnal, batuk dengan
atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
b. Tanda :
peningkatan frekuensi pernafasan nafas sesak / kuat, pucat, sianosis, bunyi
nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
14. Interaksi
sosial
a. Gejala :
Stress, Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan
di RS
b. Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang,
Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut), Menarik diri
Diagnosa dan Intervensi
- Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.
Kriteria
hasil: Mengidentifikasi metode yang dapat menghilangkan nyeri,melaporkan nyeri
hilang atau terkontrol.
Intervensi
:
Intervensi
|
Rasional
|
Kolaboratif
Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
|
|
Mandiri
|
|
2.
Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan konstriksi
fungsi ventrikel, degenerasi otot jantung.
Kriteria
hasil: Menurunkan episode dispnea, angina dan disritmia. Mengidentifikassi
perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
Intervensi
:
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
2. Auskultasi bunyi jantung.
Perhatikan jarak / tonus jantung, murmur, gallop S3 dan S4.
3. Dorong tirah baring dalam posisi
semi fowler
|
5. Perilaku ini dapat mengontrol
ansietas, meningkatkan relaksasi dan menurunkan kerja jantung
6. Manifestasi klinis dari GJK yang
dapat menyertai endokarditis atau miokarditis
|
Kolaboratif
2. Berikan obat – obatan sesuai
dengan indikasi misalnya digitalis, diuretik
3. Antibiotic/ anti microbial IV
4. Bantu dalam periokardiosintesis
darurat
5. Siapkan pasien untuk pembedahan bila diindikasikan
|
|
3.
Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya suplai oksegen
ke otot.
Kriteria
hasil: mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi jaringan adekuat secara
individual misalnya mental normal, tanda vital stabil, kulit hangat dan kering,
nadi perifer`ada atau kuat, masukan/ haluaran seimbang.
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
3. Tingkatkan tirah baring dengan
tepat
4. Dorong latihan aktif/ bantu dengan
rentang gerak sesuai toleransi.
|
1. Indicator yang menunjukkan embolisasi sistemik
pada otak.
2. Emboli arteri, mempengaruhi jantung dan / atau
organ vital lain, dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit katup, dan/ atau
disritmia kronis
3. Dapat mencegah pembentukan atau migrasi emboli
pada pasien endokarditis. Tirah baring lama, membawa resikonya sendiri
tentang terjadinya fenomena tromboembolic.
4. Meningkatkan sirkulasi perifer dan aliran balik
vena karenanya menurunkan resiko pembentukan thrombus.
|
Kolaborasi
Berikan antikoagulan, contoh heparin, warfarin (coumadin)
|
Heparin dapat digunakan secara profilaksis bila pasien
memerlukan tirah baring lama, mengalami sepsis atau GJK, dan/atau
sebelum/sesudah bedah penggantian katup.
Catatan : Heparin kontraindikasi pada perikarditis dan
tamponade jantung. Coumadin adalah obat pilihan untuk terapi setelah penggantian
katup jangka panjang, atau adanya thrombus perifer.
|
4. Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan gangguan perfusi jaringan
Kriteria
Hasil: mempertahankan pola nafas efektif bebas sianosis, dan tanda lain dari
hipoksia.
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan
kedalaman. Contoh adanya dispnea, penggunaan otot bantu nafas, pelebaran
nasal.
2. Lihat kulit dan membran mukosa
untuk adanya sianosis.
3. Tinggikan kepala tempat tidur
letakkan pada posisi duduk tinggi atau semifowler.
|
|
Kolaborasi:
Berikan tambahan oksigen dengan kanul atau masker, sesuai
indikasi
|
Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan
sirkulasi khususnya pada adanya gangguan ventilasi
|
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot
miokard, penurunan curah jantung
Kriteria
hasil: menunjukkan toleransi aktivitas, menunjukkan pemahaman tentang
pembatasan terapeutik yang diperlukan.
Intervensi:
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri
2. Pantau frekuensi dan irama
jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan sebelum dan sesudah
aktivitas dan selam di perluka
4. Membantu klien dalam latihan
progresif bertahap sesegera mungkin untuk turun dari tempat tidur, mencatat
respon tanda vital dan toleransi pasien pada peningkatan aktivitas
|
|
Kolaborasi
Berikan oksigen suplemen
|
Peningkatan ketersediaan oksigen mengimbangi peningkatan
konsumsi oksigen yang terjadi dengan aktivitas.
|
Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses
keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan
dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan
ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan
myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Nyeri hilang atau terkontrol
2. Pasien memiliki cukup energi untuk
beraktivitas.
3. Suplai oksigen adekuat.
4. Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan
beban kerja jantung.
5. Menyatakan pemahaman tentang proses
penyakit dan regimen pengobatan.
PCI ( PERCUTANEUS CORONARY
INTERVENTION )
A. PENGERTIAN
Intervensi
Koroner Perkutan (PCI), umumnya dikenal sebagai angioplasti
koroner atau hanya angioplasti, adalah
salah satu prosedur terapi digunakan untuk mengobati pulmonalis (menyempit)
arteri koroner dari jantung ditemukan
pada penyakit jantung koroner. Segmen
pulmonalis disebabkan oleh penumpukan kolesterol sarat
plak-yang terbentuk karena aterosklerosis. PCI
biasanya dilakukan oleh ahli jantung intervensi.
Istilah angioplasty balon biasa
digunakan untuk menggambarkan intervensi koroner perkutan, yang menggambarkan
inflasi balon dalam arteri koroner untuk menghancurkan plak ke dalam dinding
arteri. Sementara angioplasty balon masih dilakukan sebagai bagian dari hampir
semua intervensi koroner perkutan, jarang hanya menjadi satu satunya prosedur
yang dilakukan.
Prosedur lain yang dilakukan selama intervensi koroner perkutan meliputi:
Kadang-kadang
tabung mesh kecil, atau " stent ",
dimasukan ke dalam pembuluh darah atau arteri untuk menopang, pada metode
perkutan. Angioplasty dengan stenting adalah
alternatif untuk operasi jantung untuk
beberapa bentuk penyakit arteri koroner non berat. Hal ini konsisten telah
terbukti mengurangi gejala akibat penyakit arteri koroner dan untuk
mengurangi iskemia jantung, namun belum berdampak dalam jumlah besar percobaan
untuk mengurangi angka kematian akibat penyakit arteri koroner, kecuali pada
pasien yang sedang dirawat karena serangan jantung akut (juga disebut
angioplasti primer). Dalam kasus akut, pasti ada pengurangan kecil dari kematian dengan
bentuk pengobatan dibandingkan dengan terapi medis, yang biasanya terdiri dari
terapi trombolitik ("clot
busting").
Intervensi koroner perkutan, dengan menggunakan balon,
stent, dan / atau atherectomy dapat mencapai bantuan yang efektif dari
obstruksi arteri koroner pada 90% sampai 95% dari pasien. Dalam persentase yang
sangat kecil, intervensi koroner perkutan tidak dapat dilakukan karena
kesulitan teknis. Kesulitan-kesulitan ini biasanya melibatkan ketidakmampuan
untuk lulus kawat panduan atau kateter balon di segmen arteri menyempit. Yang
serius komplikasi sebagian besar hasil intervensi koroner perkutan bila ada
penutupan tiba-tiba dari arteri koroner membesar dalam beberapa jam pertama
setelah prosedur. penutupan arteri koroner tiba-tiba terjadi pada 5% pasien
setelah angioplasti balon sederhana, dan bertanggung jawab untuk sebagian besar
komplikasi serius yang berkaitan dengan intervensi koroner perkutan. penutupan
tiba-tiba ini disebabkan oleh kombinasi robek (diseksi) dari lapisan dalam
arteri, pembekuan darah (trombosis) di lokasi balon, dan penyempitan (kejang)
atau mundur elastis dari arteri di situs balon.
Untuk membantu mencegah proses trombosis selama atau
setelah intervensi koroner perkutan, aspirin diberikan untuk mencegah trombosit
dari mengikuti dinding arteri dan merangsang pembentukan bekuan darah . Heparin
intravena atau analog sintetis dari bagian molekul heparin diberikan untuk
lebih mencegah penggumpalan darah, dan kombinasi dari nitrat dan penghambat
kalsium digunakan untuk meminimalkan kejang kapal. Individu yang beresiko untuk
terjadi oklusi tiba-tiba meliputi:
·
Perempuan,
·
Individu dengan angina tidak stabil
·
Individu yang memiliki serangan
jantung.
Insiden oklusi mendadak setelah intervensi koroner
perkutan telah menurun secara dramatis dengan diperkenalkannya stent koroner,
yang pada dasarnya menghilangkan masalah aliran-membatasi pembedahan arteri,
recoil elastis, dan kejang. Penggunaan baru infus "aspirin super",
yang mengubah fungsi trombosit pada situs yang berbeda dari situs
aspirin-penghambatan, telah secara dramatis mengurangi insiden trombosis
setelah angioplasti balon dan stenting. Contoh dari agen-agen baru termasuk abciximab (ReoPro)
dan eptifibatide
(Integrilin); agen ini merupakan kemajuan besar dalam meningkatkan keamanan dan
kemanjuran intervensi koroner perkutan pada pasien tertentu.
Ketika prosedur ini arteri koroner tidak dapat "tetap terbuka"
selama intervensi koroner perkutan, bedah CABG darurat mungkin diperlukan.
Sebelum adanya stent dan strategi anti-trombotik maju, CABG darurat setelah
intervensi koroner perkutan gagal dibutuhkan di sebanyak 5% pasien. Di era saat
ini, kebutuhan untuk CABG muncul berikut intervensi koroner perkutan kurang
dari 1% sampai 2%;. Angka kematian keseluruhan Resiko intervensi koroner
perkutan berikut kurang dari satu persen risiko serangan jantung setelah
intervensi koroner perkutan resiko kematian hanya sekitar 1% sampai 2%. Tingkat
risiko tergantung pada jumlah kapal yang sakit diobati, fungsi dari otot jantung,
dan usia dan kondisi klinis pasien.
Intervensi koroner perkutan dapat menghasilkan hasil
yang sangat baik pada pasien yang dipilih dengan cermat yang mungkin memiliki
satu atau lebih segmen arteri menyempit parah yang cocok untuk dilatasi balon,
stenting, atau atherectomy. Selama intervensi koroner perkutan, bius lokal
disuntikkan ke dalam kulit di atas arteri di paha atau lengan. Arteri ini
adalah menusuk dengan jarum dan selubung plastik dimasukkan ke arteri. Di bawah
bimbingan X-ray (fluoroscopy), tipis, tabung plastik yang panjang, yang disebut
kateter membimbing, maju melalui selubung dengan asal dari arteri koroner
aorta. Sebuah pewarna kontras yang mengandung yodium disuntikkan melalui
kateter pemandu sehingga sinar-X gambar arteri koroner dapat diperoleh. Sebuah
kawat panduan kecil diameter (0,014 inci) Thread melalui penyempitan atau
penyumbatan arteri koroner. Sebuah kateter balon kemudian maju diatas kawat
pemandu ke lokasi obstruksi. balon ini kemudian meningkat selama sekitar satu
menit, mengompresi plak dan memperbesar pembukaan arteri koroner. Balon tekanan
inflasi dapat bervariasi mulai dari kecil sebagai satu atau dua atmosfer
tekanan, untuk sebanyak 20 atmosfer. Akhirnya, balon yang kempes dan
dikeluarkan dari tubuh.
Stent Intracoronary dikerahkan baik dengan
cara-memperluas diri, atau paling sering mereka dikirim lebih dari satu balon
angioplasty konvensional. Ketika balon mengembang, stent diperluas dan
disebarkan, dan balon akan dihapus. perangkat Atherectomy dimasukkan ke dalam
arteri koroner melalui kawat panduan standar angioplasty, dan kemudian
diaktifkan dalam mode yang berbeda-beda, tergantung pada perangkat yang
dipilih.
CABG operasi dilakukan untuk meringankan angina dalam
mereka yang sakit tidak respon terhadap obat-obatan dan tidak dapat dilakukan
untuk angioplasti balon. CABG ini sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
penyumbatan beberapa di beberapa lokasi, atau ketika penyumbatan berlokasi di
segmen arteri tertentu yang tidak cocok untuk intervensi koroner perkutan. CABG
sering juga digunakan pada pasien yang telah gagal untuk mencapai sukses jangka
panjang berikut satu atau lebih intervensi koroner perkutan prosedur. CABG
pembedahan telah menunjukkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup jangka
panjang pada orang dengan penyempitan yang signifikan dari arteri koroner utama
kiri, dan pada mereka dengan penyempitan yang signifikan dalam beberapa arteri,
terutama dalam kasus-kasus pompa penurunan fungsi otot jantung.
Teknik
Prosedur angioplasti biasanya terdiri dari sebagian
besar langkah-langkah berikut dan dilakukan oleh dokter, asisten dokter , perawat , teknologi radiologi dan
spesialis jantung invasif; semua yang memiliki dan khusus pelatihan ekstensif
dalam jenis prosedur.
1.
Akses ke arteri femoralis di kaki
(atau, kurang umum, ke dalam arteri radialis atau arteri brakialis di lengan)
yang dibuat oleh perangkat yang disebut sebagai "jarum Introducer".
Prosedur ini sering disebut perkutan akses.
2.
Setelah akses ke arteri diperoleh,
sebuah "Introducer selubung" ditempatkan dalam membuka untuk menjaga
pendarahan arteri terbuka terkontrol.
3.
Melalui selubung ini, yang panjang,
fleksibel, tabung plastik lunak disebut "kateter pembimbing"
didorong. Ujung kateter pembimbing ditempatkan di mulut arteri koroner. Kateter
pemandu juga memungkinkan untuk zat warna radiopak (biasanya yodium based) akan
disuntikkan ke arteri koroner, sehingga lokasi penyakit dengan mudah dinilai
dengan menggunakan real time x-ray visualisasi.
4.
Selama X-ray visualisasi , ahli
jantung memperkirakan ukuran arteri koroner dan memilih jenis kateter balon dan
kawat pemandu koroner yang akan digunakan selama tindakan. Heparin (suatu
"darah tipis" atau obat yang digunakan untuk mencegah pembentukan
bekuan ) diberikan untuk mempertahankan aliran darah.
5.
Kawat pemandu koroner, yang
merupakan kawat sangat tipis dengan ujung yang fleksibel radio-buram,
dimasukkan melalui kateter pembimbing ke arteri koroner. Sementara visualisasi
lagi dengan real-time x-ray imaging, kabel memandu dokter jantung melalui
arteri koroner ke lokasi stenosis atau penyumbatan. Mengontrol pergerakan dan
arah kawat panduan dengan lembut memanipulasi yang akhirnya berada di luar
pasien memutar melalui kawat pemandu tersebut.
6.
Sementara kawat pemandu ada di
tempat, sekarang bertindak sebagai jalan menuju stenosis. Ujung kateter balon
angioplasti kosong dan kemudian dimasukkan di belakang kawat pemandu sehingga
sekarang ada di bagian dalam kateter angioplasty. Angioplasty kateter dengan
lembut didorong ke depan, sampai balon kempes berada di dalam blokade.
7.
Balon kemudian dikembangkan, dan
memampatkan plak atheromatous dan
membentang di dinding arteri untuk memperluas.
8.
Jika tabung wire mesh expandable ( stent ) berada di
balon, maka stent akan ditanamkan (ditinggalkan) untuk membentang pembukaan
posisi arteri baru dari dalam.
Koroner stenting
Tradisional
("bare metal") stent koroner menyediakan
kerangka kerja mekanis yang mempertahankan dinding arteri terbuka, mencegah
stenosis, atau penyempitan, dari arteri koroner. PTCA dengan stenting telah
terbukti lebih unggul dibandingkan hanya dengan angioplasti saja, keberhasilan
pada pasien terbukti menjaga arteri paten untuk jangka waktu yang lebih lama.
Eluting obat stent (DES)
terbaru adalah stent tradisional yang dilapisi dengan obat-obatan, yang bila
ditempatkan di arteri, melepaskan obat-obatan tertentu dari waktu ke waktu
telah menunjukkan bahwa jenis stent ini membantu mencegah restenosis arteri
melalui beberapa mekanisme fisiologis yang berbeda, yang menghalangi
pertumbuhan jaringan di lokasi stent dan modulasi lokal respon inflamasi tubuh
serta respon imun/kekebalan tubuh. Lima obat, A9 Biolimus,
Zotarolimus, sirolimus , everolimus dan paclitaxel , telah
menunjukkan keamanan dan keampuhan dalam uji klinis terkontrol oleh produsen
perangkat stent. Namun, pada tahun 2006 tiga percobaan di Eropa tampaknya
menunjukkan bahwa stent obat-eluting mungkin rentan terhadap suatu peristiwa
yang dikenal sebagai "akhir thrombosis stent", di mana pembekuan
darah di dalam stent dapat terjadi 1 tahun atau lebih pasca-stent. Akhir
trombosis stent terjadi pada 0,9% pasien, dan sangat berbahaya yang berakibat
fatal pada sekitar sepertiga dari kasus-kasus ketika trombosis terjadi.
Generasi baru produk DES, seperti stent BioMatrix dipasarkan oleh biosensor Internasional sejak
Januari 2008 di Eropa, dan berusaha untuk menghilangkan risiko thrombosis ini
dengan menggunakan pelapis dan ramah lingkungan.
B. ETIOLOGI
Proses
arteriosclerotic dapat dipercepat dengan merokok , tekanan darah tinggi , kadar kolesterol tinggi , dan diabetes. Individu
juga berisiko lebih tinggi untuk arteriosclerosis jika mereka lebih tua (lebih
dari 45 tahun untuk pria dan 55 tahun untuk wanita) atau jika mereka memiliki
keluarga yang positif riwayat penyakit jantung koroner.
Tingkat serangan jantung adalah lebih tinggi dalam hubungan dengan tenaga
kuat, baik itu stres psikologis atau fisik tenaga,
terutama jika tenaga lebih kuat daripada individu biasanya melakukan. Secara
kuantitatif, periode latihan intens dan pemulihan selanjutnya dikaitkan dengan
sekitar 6-kali lipat lebih tinggi tingkat miokard infark (dibandingkan dengan
yang lain santai frame lebih banyak waktu) bagi orang yang secara fisik sangat
fit. Bagi mereka dalam kondisi fisik yang buruk, perbedaan suku adalah lebih
dari 35 kali lipat lebih tinggi. Mekanisme Satu untuk fenomena ini adalah
tekanan nadi arteri meningkat peregangan dan relaksasi arteri dengan setiap
denyut jantung yang, seperti yang telah diamati dengan USG intravaskular ,
meningkatkan mekanik "tegangan geser" pada atheromas dan
kemungkinan pecahnya plak.
Parah infeksi akut, seperti pneumonia , dapat
memicu infark miokard. Sebuah link kontroversial lagi adalah bahwa antara Chlamydophila pneumoniae infeksi dan
aterosklerosis. Sementara organisme intraselular ini telah dibuktikan dalam
plak aterosklerotik, bukti-bukti yang meyakinkan, apakah itu dapat dianggap
sebagai faktor penyebab. Pengobatan dengan antibiotik pada pasien dengan
aterosklerosis terbukti belum menunjukkan penurunan risiko serangan jantung
atau penyakit pembuluh darah koroner.
Ada asosiasi peningkatan insiden serangan jantung di
pagi hari, lebih khusus sekitar 9:00. Beberapa peneliti telah memperhatikan
bahwa kemampuan untuk agregat trombosit bervariasi sesuai dengan irama sirkadian,
meskipun mereka belum terbukti sebab-akibat.
Faktor risiko
·
Diabetes (dengan
atau tanpa resistensi insulin ) - yang
penting yang paling faktor risiko penyakit jantung iskemik (IHD)
·
Merokok
·
Hiperkolesterolemia (lebih
akurat hyperlipoproteinemia , terutama
tinggi low density dan low density lipoprotein tinggi )
·
Obesitas
(didefinisikan oleh indeks massa tubuh lebih dari
30 kg / m², atau alternatif oleh lingkar pinggang atau rasio pinggang-pinggul ).
·
Umur : Pria
mendapatkan faktor risiko independen pada usia 45, Wanita memperoleh faktor
risiko independen pada usia 55, di samping individu memperoleh faktor lain
risiko independen jika mereka memiliki gelar laki-laki relatif-pertama (kakak,
ayah) yang mengalami peristiwa pembuluh darah koroner pada atau sebelum usia
55. Faktor lain risiko independen diperoleh jika seseorang memiliki seorang
saudara perempuan tingkat pertama (ibu, adik) yang menderita acara pembuluh
darah koroner pada usia 65 tahun atau lebih muda.
·
Hyperhomocysteinemia (tinggi homocysteine , darah
beracun asam amino yang tinggi
ketika asupan vitamin B 2,
B 6, B 12 dan asam folat tidak
mencukupi)
·
Stress (pekerjaan
dengan indeks stres yang tinggi diketahui memiliki kerentanan untuk aterosklerosis )
·
Studi Alkohol menunjukkan
bahwa kontak yang terlalu lama jumlah alkohol yang tinggi dapat meningkatkan
resiko serangan jantung
·
Pria lebih berisiko daripada wanita.
·
Banyak faktor-faktor risiko
dimodifikasi, serangan jantung begitu banyak dapat dicegah dengan
mempertahankan gaya hidup yang sehat. Aktivitas fisik, misalnya, terkait dengan
profil resiko yang lebih rendah. Dimodifikasi faktor risiko-rokok meliputi
usia, jenis kelamin, dan sejarah keluarga dari serangan jantung dini (sebelum
usia 60), yang diduga sebagai mencerminkan predisposisi genetik .
·
Sosial ekonomi
faktor-faktor seperti lebih pendek pendidikan dan
menurunkan laba (terutama
pada wanita), dan hidup bersama belum menikah juga dapat berkontribusi terhadap
risiko MI. Untuk memahami hasil studi epidemiologi, penting untuk dicatat bahwa
banyak faktor yang terkait dengan MI menengahi risiko melalui faktor lain.
Sebagai contoh, pengaruh pendidikan adalah sebagian berdasarkan pengaruhnya
terhadap pendapatan dan status perkawinan .
·
Wanita yang menggunakan pil kontrasepsi oral kombinasi memiliki
peningkatan risiko infark miokard sederhana, terutama di hadapan faktor risiko
lain, seperti merokok.
Peradangan
dikenal menjadi langkah penting dalam proses plak aterosklerosis formasi. Reaktif protein C (CRP)
adalah sensitif tetapi non-spesifik penanda untuk peradangan. CRP darah
meningkat, terutama diukur dengan tes sensitivitas yang tinggi, dapat
memprediksi risiko MI, serta stroke dan
pengembangan diabetes. Selain itu, beberapa obat untuk MI juga bisa mengurangi
tingkat CRP. Penggunaan tinggi sensitivitas CRP tes sebagai alat skrining populasi
umum disarankan keberatan, tapi dapat digunakan opsional pada dokter
kebijaksanaan, pada pasien yang sudah hadir dengan faktor-faktor risiko lain
atau dikenal penyakit arteri koroner . Apakah
CRP memainkan peran langsung dalam aterosklerosis masih belum jelas.
Peradangan pada periodontal penyakit
dapat dihubungkan penyakit jantung koroner, dan karena periodontitis sangat
umum, hal ini dapat menimbulkan konsekuensi yang besar bagi kesehatan masyarakat . Studi serologis mengukur antibodi terhadap
tingkat khas penyebab periodontitis bakteri menemukan
bahwa antibodi tersebut lebih hadir dalam mata pelajaran dengan penyakit
jantung koroner. Periodontitis cenderung untuk meningkatkan tingkat darah CRP, fibrinogen dan sitokin ; demikian,
periodontitis dapat memediasi pengaruhnya terhadap risiko MI melalui
faktor-faktor risiko lainnya. praklinis penelitian menunjukkan
bahwa bakteri periodontal dapat mempromosikan agregasi trombosit dan
mempromosikan pembentukan sel busa . Peran
untuk bakteri periodontal spesifik telah diusulkan, tetapi masih harus
dibentuk. Ada beberapa bukti bahwa influenza dapat
memicu infark miokard akut.
Kebotakan , rambut yang mulai memutih , diagonal lipatan daun telinga ( 's tanda Frank ) dan
mungkin lainnya kulit fitur telah
diusulkan sebagai faktor risiko independen untuk MI. Peran mereka masih
kontroversial, sebuah denominator umum dari tanda-tanda dan risiko MI
seharusnya, mungkin genetik.
Deposisi kalsium adalah
bagian lain dari pembentukan plak aterosklerotik. simpanan kalsium di arteri
koroner dapat dideteksi dengan CT scan . Beberapa
studi telah menunjukkan bahwa kalsium koroner dapat memberikan informasi
prediksi di luar itu faktor risiko klasik.
Masyarakat Eropa Kardiologi dan Asosiasi Eropa untuk
Pencegahan dan Rehabilitasi Kardiovaskular telah mengembangkan alat interaktif
untuk prediksi dan mengelola resiko serangan jantung dan stroke di Eropa.
HeartScore ditujukan untuk mendukung dokter dalam mengoptimalkan pengurangan
risiko kardiovaskular individu. Program Heartscore tersedia dalam 12 bahasa dan
menawarkan versi berbasis PC.
C. TANDA DAN
GEJALA
Timbulnya
gejala infark miokard (MI) biasanya bertahap, selama beberapa menit, dan jarang
seketika. Nyeri dada merupakan
gejala yang paling umum dari infark miokard akut dan sering digambarkan sebagai
sensasi sesak, tekanan, atau meremas . Nyeri dada karena iskemia (kekurangan
maka pasokan oksigen dan darah) dari otot jantung disebut angina pectoris . Nyeri
menjalar paling sering ke kiri lengan , tetapi
juga dapat menyebar ke bawah rahang , leher , lengan
kanan, punggung , dan epigastrium , di mana
ia dapat meniru mulas . 's sign Levine , di mana
pasien melokalisasi nyeri dada dengan mengepalkan tangan mereka diatas sternum , telah
klasik dan dianggap prediksi nyeri dada jantung, meskipun penelitian
observasional prospektif menunjukkan bahwa mereka memiliki prediksi nilai
positif miskin.
Sesak napas ( dyspnea ) terjadi
ketika kerusakan jantung membatasi output dari ventrikel kiri ,
menyebabkan kegagalan ventrikel kiri dan
konsekuen edema paru .
Kelemahan, pusing , mual , muntah , dan jantung berdebar .
Gejala-gejala ini mungkin disebabkan oleh gelombang besar katekolamin dari sistem saraf simpatik yang
terjadi sebagai respon terhadap rasa sakit dan kelainan hemodinamik yang
dihasilkan dari disfungsi jantung. Hilangnya kesadaran (karena
perfusi serebral tidak memadai dan syok kardiogenik) dan kematian mendadak
(sering karena perkembangan fibrilasi ventrikel) dapat terjadi pada infark
miokard.
Perempuan dan pasien tua melaporkan gejala atipikal
lebih sering daripada laki-laki mereka dan rekan-rekan yang lebih muda.
Perempuan juga melaporkan berbagai gejala yang lebih dibandingkan dengan
laki-laki (2,6 pada rata-rata 1,8 vs gejala pada laki-laki). Gejala yang yang
paling umum MI pada wanita meliputi dyspnea (sesak
napas), kelemahan, dan kelelahan .
Kelelahan, gangguan tidur, dan dyspnea telah dilaporkan sebagai sering terjadi
gejala yang dapat bermanifestasi selama satu bulan sebelum acara sebenarnya
iskemik klinis terwujud. Pada wanita, nyeri dada mungkin
kurang prediksi koroner iskemia
dibandingkan pria.
Sekitar seperempat dari semua infark miokard adalah
diam, tanpa rasa sakit dada atau gejala lainnya. Kasus-kasus ini dapat
ditemukan di kemudian hari electrocardiograms, menggunakan enzim tes darah atau
pada autopsi tanpa riwayat pengaduan yang berkaitan. Sebuah kursus diam lebih
sering terjadi pada lansia , pada
pasien dengan diabetes mellitus dan setelah
transplantasi hati , mungkin
karena donor jantung
yang tidak terhubung ke saraf dari tuan rumah. Pada penderita diabetes,
perbedaan dalam ambang nyeri , neuropati otonom , dan psikologis faktor
telah dikutip sebagai penjelasan atas kurangnya gejala.
Setiap kelompok gejala yang kompatibel dengan
tiba-tiba gangguan aliran darah ke jantung yang disebut sindrom koroner akut .
The Diagnosis diferensial meliputi
penyebab lain nyeri dada, seperti emboli paru , diseksi aorta , efusi perikardial menyebabkan
tamponade jantung , pneumotoraks ketegangan , dan pecah kerongkongan . Perbedaan
lainnya termasuk refluks gastroesophageal dan Sindrom Tietze .
D. PATOFISIOLOGI
Infark miokardium
mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak
adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai
darah mungkin disebabkan penyempitan kritis arteri koroner karena
aterosklerosis atau penyumbatan arteri total oleh emboli atau thrombus.
Penurunan aliran darah ke arteri koroner mungkin juga dapat disebabkan oleh
syock atau perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terdapat ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung.
E.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
di ruang emergency ( gawat darurat ) :
·
Tirah baring ( bed rest total )
·
Oksigenasi 4 Lpm ( saturasi
dipertahankan > 90% )
·
Aspirin 160-325 mg dikunyah
·
Nitrat diberikan 5 mg SL (
sublingual ), dapat diulang 3 x lalu lanjutkan dengan drip intravenous bila
masih nyeri
·
Clopidogrel 300 mg PO ( peroral )
jika sudah pernah diberikan sebelumnya
·
Morfin bila nyeri tidak teratasi
dengan nitrat
·
Tentukan pilihan revaskularisasi (
memperbaiki aliran darah koroner dan reperfusi miokard harus dilakukan pada
STEMI Akut dengan presentasi ≤ 12 jam
Penatalaksanaan
diruang rawat intensif ( 24 jam awal )
·
Monitoring kontinu 24 jam awal
·
Nitrogliserin
·
Nitrat oral short acting SL tiap 5
menit untuk nyeri dada
·
Pemberian IV kontinu pada keadaan
gagal jantung, hipertensi atau tanda-tanda iskemi yang menetap
·
Aspirin
Aspirin
kunyah 162-325 mg diberi jika belum pernah diberi, selanjutnya 75-162 mg
sehari
·
Clopidogrel
·
Loading clopidogrel 300 mg PO,
dilanjutkan 75 mg sehari
·
Pasien pasca PCI, clopidogrel diberi
berdasarkan jenis stent, stent bare metal minimum 1 bulan dan stent drug
eluting diberi minimal 12 bulan
·
Beta bloker
Diberikan bila tidak ada kontra indikasi dilanjutkan
dosis optimal
Kontra indikasi : tanda-tanda gagal jantung akut,
hipotensi, meningkatkan resiko syock kardiogenik
Kontra indikasi relative lain : PR interval > 0,24
mm, AV Blok drajat 2 atau 3,astma bronchial aktif/kelainan saluran nafas
reaktif
·
Ace inhibitor
Pada pasien dengan infark anterior, kongstif paru, EF
< 40%, jika tidak terdapat tanda-tanda hipotensi < 100 mmHg atau < 30
mmHgdari base line
·
Angiotensin receptor bloker ( ARB)
Diberikan bila intoleran pada ACE inhibitor
·
Heparinisasi
Diberikan pada keadaan infark anterior luas, resiko
tinggi thrombosis, LV fungsi buruk, fibrilasi atrium, curiga thrombus,
intrakardiak onset STEMI > 12 jam tanpa revaskularisasi
·
Pengobatan nyeri
·
Morfin sulfat IV dosis 2-4 mg
interval 5-15 menit
·
NSAID lain dihentikan
atau dihindari
·
Anti anxietas
Sesuai kondisi
·
Pencahar
·
Laboratorium
Biomarker kardiak, darah lengkap, elektrolit, ureum,
kreatinin
·
Revaskularisasi fibrinolitik Vs PCI
dilakukan pada pasien ≤ 12 jam
Terapi fibrinolitik
·
Direkomendasikan pada ≤ 3 jam,
tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan terlambat
·
Waktu antar pasien tiba sampai
dengan inflasi balon > 90 menit
·
( Waktu antar pasien tiba sampai
dengan inflasi balon ) dikurangi ( waktu antara pasien tiba sampai dengan
proses fibrinolitik ) > 1 jam
Primary PCI ( percutaneus coronary
intervention )
·
Direkomendaiskan pada presentasi
> 3 jam
·
Tersedia fasilitas PCI
·
Waktu kontak antara pasien tiba
dengan inflasi balon < 90 menit
·
Waktu kontak antara pasien tiba
dengan inflasi balon dikurangi ( waktu antara pasien tiba sampai dengan proses
fibrinolitik ) < 1 jam
·
Terdapat kontra indikasi
fibrinolitik
·
Resiko tinggi ( gagal jantung
kongestif, killip kelas = 3 )
·
Diagnose infark miokard dengan ST
elevasi masih diragukan
Kontraindikasi fibrinolitik absolute
·
Riwayat perdarahan intracranial
kapanpun
·
Lesi structural cerebrovascular.
Contoh ; arterio venous malformation
·
Tumor intracranial ( primer maupun
metastasis )
·
Stroke iskemik dalam 3 bulan kecuali
dalam 3 jam terakhir
·
Dicurigai diseksi aorta
·
Adanya trauma/pembedahan/trauma
kepala dalam 3 bulan terakhir
·
Adanya perdarahan aktif ( tidak
termasuk menstruasi )
Kontraindikasi fibrinolitik relative
·
Riwayat hipertensi kronik
·
Hipertensi berat tidak terkontrol.
Systole > 180 mmHg Diastole > 110 mmHg
·
Riwayat stroke, iskemik > 3
bulan, demensia, atau kelainan intracranial selain pada absolute
·
Resusitasi jantung paru traumatic
atau lama > 10 menit atau operasi besar < 3 minggu
·
Perdarahan internal dalam 24 minggu
terakhir
·
Terapi anti koagulan oral
·
Kehamilan
·
Non compressible puncture
·
Ulkus peptikum aktif
·
Khusus untuk streptokinase /
anistreplace riwayat alergi pada zat tersebut
Cara penggunaan Heparin
·
Dosis Unfractionated Heparin ( UFH )
sebagai ko-terapi : bolus IV 60 U/kgBB maksimum 4000 U. dosis pemeliharaan
perdrip 12 U/kgBB selama 24-48 jam dengan dosis maksimum 1000 U/jam dengan
target aPTT 50-70 detik
·
Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam
setelah terapi UFH dimulai
·
LMWH dapat digunakan sebagai
alternative UFH pada pasien berusia < 75 tahun dengan perfusi ginjal baik (
kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-laki dan < 2,0pada perempuan
Rescue PCI
·
Dilakukan bila terdapat kegagalan
fibrinolitik pada pasien infark luas yang disertai ;
·
Hemodinamik tidak stabil atau dengan
aritmia
·
Keluhan iskemik berkepanjangan
·
Syock kardiogenik
·
Pada pasien dengan kegagalan
reperfusi atau reoklusi dimana recue PCI tidak dapat dilakukan segera.
Reperfusi secara medikamentosa harus dipertimbangkan dengan fibrinolitik ulang
atau pemberian tirofiban
·
Pemeliharaan stent pada PCI Primer
atau rescue PCI bare metal stent
F.
KOMPLIKASI
Angioplasty
koroner secara luas dipraktekkan dan memiliki sejumlah resiko; Namun,
komplikasi prosedural utama jarang terjadi. Angioplasty koroner biasanya
dilakukan oleh kardiolog intervensi, seorang dokter dengan pelatihan khusus
dalam pengobatan jantung menggunakan invasif kateter berdasarkan
prosedur.
Pasien
biasanya terjaga selama angioplasti, dan ketidaknyamanan dada mungkin dialami
selama prosedur; pelaporan gejala menunjukkan prosedur ini menyebabkan iskemia dan ahli
jantung dapat mengubah atau membatalkan bagian dari prosedur. Pendarahan dari
titik penyisipan di selangkangan adalah umum, sebagian karena penggunaan anti- platelet obat
pembekuan. Beberapa memar Oleh karena
itu diharapkan, tapi kadang-kadang hematoma bisa
terbentuk. Hal ini dapat menunda sirkulasi darah mengalir dari arteri ke
hematoma (pseudoaneurysm) yang mensyaratkan perbaikan bedah. Infeksi di tempat
tusukan kulit jarang terjadi dan diseksi (merobek)
dari pembuluh darah akses tidak umum. Reaksi alergi ke pewarna
kontras yang digunakan mungkin terjadi, tetapi dapat dikurangi dengan agen yang
lebih baru. Penurunan fungsi ginjal dapat terjadi pada pasien dengan penyakit
ginjal yang sudah ada, namun gagal ginjal yang membutuhkan dialisis jarang.
Komplikasi Vascular akses jarang terjadi ketika prosedur dilakukan melalui
arteri radial.
Resiko yang
paling serius adalah kematian, stroke , VF
(non-berkelanjutan VT adalah
umum), infark miokard (serangan
jantung) dan diseksi aorta . Sebuah
serangan jantung selama atau segera setelah prosedur terjadi pada 0,3% kasus,
ini mungkin memerlukan CABG darurat. Cedera otot Hati yang ditandai dengan
peningkatan kadar CK-MB , troponin I , dan troponin T dapat
terjadi sampai 30% dari semua prosedur PCI. Peningkatan enzim telah dikaitkan
dengan hasil klinis seperti risiko kematian yang lebih tinggi, MI selanjutnya
dan kebutuhan untuk prosedur revaskularisasi ulang . Angioplasty dilakukan
segera setelah infark miokard memiliki
risiko menyebabkan stroke dari 1
dalam 1000, yang kurang dari 1 dalam 100 risiko yang dihadapi oleh mereka yang
menerima terapi obat trombolitik.
Seperti prosedur yang melibatkan jantung, komplikasi
kadang-kadang dapat terjadi, meskipun jarang menyebabkan kematian. Kurang dari
2 persen orang meninggal selama angioplasti. Kadang-kadang nyeri dada dapat
terjadi selama angioplasti karena blok sebentar balon dari suplai darah ke
jantung. Risiko komplikasi lebih tinggi pada:
·
Orang berusia 75 dan lebih tua
·
Orang yang memiliki penyakit ginjal
atau diabetes
·
Perempuan
·
Orang yang memiliki fungsi pemompaan
miskin di hati mereka / kerusakan fungsi hati
·
Orang yang memiliki penyakit jantung
yang luas dan penyumbatan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Muttaqim ‘Alim. (2009). Pocket ECG “How to
learn ECG from zero”, Intan Cendikia
Andrianto,
Petrus. (1995). Penuntun Praktis Penyakit
Kardiovaskular. Jakarta ,
Dr. Surya Dharma, SpJP, FIHA. (2010) , Pedoman
Praktis Sistematika Interpretasi EKG, ECG
Guyton, Arthur C., dkk. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
NANDA, Nursing Diagnoses: Intervention &
Classification 2001 – 2002, North America Nursing Diagnosis Association
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia.
(2009). Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia Edisi 2,
PERKI
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi
Edisi 4. Jakarta: EGC
RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Standar
Pelayanan Medik RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta
Saunders. (2005). Drugs for the Heart Sixth edition,
India
No comments:
Post a Comment