LAPORAN
PENDAHULUAN
KLIEN
DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
A. Pengertian
Penyalagunaan Zat
Penyalahgunaan zat
adalah pengunaan zat secara terus-menerus bahkan sampai setelah terjadi
masalah.ketergantungan zat menunjukkan kandisi yang parah dan sering diangap
sebagal penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikosasial yang
berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena
kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat
untuk. memperuleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi
merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).
B. Rentang Respons
Gangguan Penggunaan NAPZA
Rentang respon
penggunaan NAPZA berfluktuasi dari kondisi yang yang ringan sampal yang berat.
indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.
1. Respon Adaptif
2. Respon Maladaptif
Eksperimental,
Rekreasional, Situasional, Peyalahgunaan, Ketergantungan (Sumber: Yosep, 2007)
Eksperimental: Kondisi
pengguna taraf awal. yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja. Sesuai
kebutuhan pada masa tumbuh kembangnya, biasanya ingin mencari pengalaman yang
baru atau sering dikatakan taraf caba-coba.
Rekreasional:
Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya. misalnya pada
waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai
tujuan rekreasi bersama teman-temannya.
Situsional: Mempunyai
tujuan secara individual. sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri.
Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk elarikan diri atau mengatasi
masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang
mempunyai masalah, stress dan frustasi.
Penyalahgunaan:
Pengguuaan zat yang sudah cukup patologis. sudah mulai digunakan secara rutin,
minimal selama I bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi
dalam peran di lingkungan sosial. pendidikan. dan pekerjaan.
Ketergantungan:
Penggunaan zat yang sudah cukup berat. Telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikalogis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma
putus zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif
secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau
berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat
yang digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu kondisidari individu yang
mengalami peningkatan dosisi (jumlah zat) untuk mencapai tujuan yang biasa
diinginkan.
C. Jenis-Jenis NAPZA
NAPZA dapat dibagi
kedalam beberapa golongan yaitu :
1. Narkotika
Narkotika adalah suatu
obat atau zat alami. sintetis maupun sintetis yang dapat manyebatakan turunnya
kesadaran. manghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan
kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus
menerus Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain,
morfin, amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah
zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan
kesadaran, hilangnya asa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Wresniwira dkk. l999).
Golongan Narkotika
berdasarkan bahan pembuatannya adalah :
1)
Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai narkotik
tanpa perlu adanya proses fermentasi, isalasi dan proses lain terlebih dahulu
karana bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami
tersebut umumnya tidak boleh dlutamakan untuk terapi pengobatan secara langsung
karena terlalu beresiko. Contoh narkotika alami yaita seperti ganja dan daun
koka.
2)
Narkatika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang bersifat
sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai pengnhilang rasa sakit
analgesik. Contonnya yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstropropakasifen,
deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak
sebagai berikut :
a.
Depresi = Membuat pemakaian tertidur atau tidak sadar
b.
Stimulan = Membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa
badan lebih segar.
c.
Halusinogen = Dapat membuat si pemakai berhalusinasi yang mengubah perasaan
serta pikiran.
3)
Narkotika semi sintetis yaltu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi.
ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.
2. Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI
No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat atau obat, baik sintasis
maupun semi sintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah
stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang
syaraf simpatis. Termasuk dalam galongan stimulan adalah amphetamine, ektasi
(Metamfetamin) dan Fenfluramin. Apmhetamin sering disebut dengan speed.
shabu-shabu. whiz. dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen dan
pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti
berbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulant yang dapat
mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik
dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama.
3. Zat Adaptif Lainnya
Zat adiktif lainnya
adalah zat bahan kimia, dan bialogi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang
dapat membahayakan kesehatan lingkunqan hidup secara langsung dan tidak lansung
yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenic, kurasif, dan
iritasi. Bahan-bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke
dalam narkotika dan psikotropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak
fisik seseorang jika disalahgunakan (Wrasniworo dkk, 1999) yang termasuk zat
adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman beralkohal) yang meliputi
minuman keras golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green san
minuman teras golangan B (kadar ethanol labih dari 5% sampai 20%) seperti
anggur malaga; dan minuman. keras goloangan C (kadar ethanol lebih dari 20%
sanipai 55%) seperti brandy. wine. whisky Zat dalam alkohol dapat mengganggu
aktivitas sehaoi-haoi bila kadarnya dalam darah mencapai 11.5% dan hampir semua
akan mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0.11%
(Marviana dkk. 2000)
Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.
D. Faktor Penyebab Penyalahgunaan
NAPZA
Faktor yang menyebabkan
sesearang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
1. Faktar Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang
turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia
remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif
dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang tarhambat. dengen ditandai
oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif,
agresif, dan cenderung depresi. juga turut mempengaruhi. Selain itu. Kamampuan
untuk memecahkan masaleh aecara adakuat berpengaruh terhadap baqaimana ía mudah
mencari pemecahan masalah dengan cara melarikan diri.
b. Inteligensia
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk melekukan kanseling di
klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari
kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas Pecandu
Narkoba adalah ramaja. Alasan remaja menggunakan narkoba karena kandisi social psikalogis
yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi, sementara pada
usia yang lebih tua narkoba digunakan sebagai obat penenang,
d. Dorongan kenikmatan
dun Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat
memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa enak yang
diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang
diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi atau
kebutuhan yang utema.
e. Pencegahan Masalah
Pada umumnya para
pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelasaikan persoalan. Hal ini
disebabkan karena pengaruh narkoha dapat menurunkan tingkat kesadaran dan
membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan
faktor yang paling sering menyjadi penyabab seeorang menjadi pengguna narkoba.
Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan perguruan Tinggi Kepolisian
Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi
anggota keluargannya terlibat penyalahgunaan narkoba yaitu :
1) Keluarga yang
memiliki riayat (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan narkoba.
2)
Keluarga dengan manajemen yang kcau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang
tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibunya (Misalnya ayah bilang ya, ibu
bilang tidak)
3)
Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyalesaian
yang memuaskan samua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah
dan ibu, ayah den anak, ibu dan anak, maupun antar seudara.
4)
Keluarga dangan orang tua yang atoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat
dominan, dangan anak yang hanya sakadar harus menuruti apa kata orang tua
dengan alasan sopan santun, adat istiadat. atau demi kemajuan dan masa dapan
anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan
ketidaksetujuannya.
5)
Keluarga yang perfeksionis. yaitu ketuarga yang menuntut anggotanya mencapai
kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
6)
Keluarga yang neurosis, yaltu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan
yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi
sesuatu.
b. Faktor Kelompok
Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya
dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur
untuk mempengaruhi seseorang agar banyak dalam delinquet dan penggunaan
obat-abatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor spsial tersebut memiliki
dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan
yang kemudian mengakibatkan timbulnya katengantungan fisik dan psikologis.
Sinaga (2007)
melaporkan bahwa faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah teman
sebaya {78,1%) Hal nii meninjukkan betapa besarnya pengarub teman klompoknya
sehingga remaja menggunakan narkoba. Hasil penelitian ini relevan dengan studi
yang dilakukan oleh Hawari (1990) yang memperlihatkan bahwa teman kelompak yang
menyebabkan remaja memakai NAZPA mulai dari tahap coba-coba sampai ketagihan.
c. Faktor Kesempatan
Katersediaan narkoba
dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pamicu seseorang menjadi
pecandu. Indonesia yang sudah manjadi tujuan pasar narkobaa internasianal.
menyebabkan obat-abatan ini muda diperaleh. Bahkan beberape media massa
melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di
sekolah-sekolah. termasuk di Sekalah Besar. Pengalaman feel goof mencoba drugs
akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya
menjadi pecandu. Saseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan aleh beberapa
faktar sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul
beruntun akibat dari sub faktor tententu.
E. Tanda dan Gejala
Pengaruh NAPZA pada
tubuh disebut intoksikasi. Selain inteksikasi, ada juga sindroma putus zat
yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau
dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat
yang berbeda.
Tebel 1. Tanda dan
Gejala lntoksikasi
Opiat
Ganja
Sedatif-Hipnotik
Alkohol.
• Eforia
• Mengantuk
• Bicara cadel
• Konstipasi
• Penurunan kesadaran
• Eforia
• Mata merah
• Mulut kering
• Banyak bicara dan
tertawa
• Nafsu makan meningkat
• Gangguan persepsi
• Pegendalian diri
berkurang
• Jalan sempoyongan
• Mengantuk
• Memperpanjang tidur
• Hilang kesadaran
• Mata merah
• Bicara cadel
• Jalan sempoyongan
• Perubahan persepsi
• Penurunan kemampuan
menilai
• Selalu terdorong
untuk bergerak
• Berkeringat
• Bergetar
• Cemas
• Depresi
• Paranoid
Tabel 2. Tanda dan
gejala Putus Zat
Opiat
Ganja
Sedatif-Hipnotik
Alcohol
Amphetamine
• Nyeri
• Mata dan hidung
berair
• Perasaan panas dingin
• Diare
• Gelisah
• Tidak bisa tidur
• Jarang ditemukan
• Cemas
• Tangan gemetar
• Perubahan persepsi
• Gangguan daya ingat
• Tidak bias tidur
• Cemsa
• Depresi
• Muka merah
• Mudah marah
• Tangan gemear
• Mual muntah
• Tidak bisa tidur
• Cemas
• Depresi
• Kelelahan
• Energy berkurang
• Kebutuhan tidur
meningkat
F. Dampak
Penyalahgunaan NAPZA
Martono (2006)
menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak yang sangat luas bagi pemakainya
(diri sendiri), keluarga, pihak sekolah (pendidikan), serta masyarakat, bangsa
dan Negara.
Bagi diri sendiri.
Penyalahguaan NAPZA dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak dan
perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan), overdosis (OD), yang
dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan dan perdarahan otak,
kekambuhan, gangguan perilaku (mental sosial), gangguan kesehatan, menurunnya
nilai-nilai dan masalah ekonomi dan hukum. Sementara itu, dari segi efek dan
dampak yang ditimbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba yang membuat si pemakai
menjadi aktif seperti sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin, 2) Downer yang
merupakan golongan narkoba yang dapat membuat orang memakai jenis narkoba itu
jadi tenang dengan sifatnya yang menenangkan/sedatif seperti obat tidur
(hipnotik) dan obat anti rasa cemas, dan 3) Halusinogen adalah napza yang
beracun karena lebih menonjol sifat racunnya dibandingkan dengan kegunaan medis.
Bagi keluarga.
Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan suasana nyaman dan
tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua akan merasa malu karena
memiliki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak
mereka. Stress keluarga meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran yang
meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali
dirawat atau bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan maupun lembaga
permasyarakatan.
Bagi pendidikan atau sekolah.
NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang sangat tinggi untuk proses
belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan kejahatan dan perilaku
asosiasi lain yang menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya barang-barang
sekolah dan meningkatnya perkelahian.
Bagi masyarakat, dan
negara. Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar
narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap perdagangan NAPZA yang
sangat sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak
memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam.
Akibatnya negara
mengalami kerugian karena masyarakat tidak produktif, kejahatan meningkat serta
sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk mengatasi masalah tersebut.
G. Penanggulangan
Masalah NAPZA
Penanggulangan masalah
NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan sampai pemulihan
(rehabilitasi).
1. Pencegahan
Pencegahan dapat
dilakukan, misalnya dengan :
a. Memberikan informasi
dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA.
b. Deteksi dini
perubahan perilaku
c. Menolak tegas untuk
mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak pada narkoba.
2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi
klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk
mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu :
a. Detoksifikasi tanpa
subsitusi
Klien ketergantungan
putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami gejala putus zat
tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya
dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan
substitusi
Patau atau heroin dapat
disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan
metadon, substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis
anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara
penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejalasimptomatik,
misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai
dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah
upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu mellaui pendekatan non
medis, psikologis, social dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita
sindroma ketergantunga dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.
Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan
spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memilikitenaga kesehatan
sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2000).
Sesudah klien
penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi)
dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program
pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan
dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).
Lama rawat di unit
rehabiliasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena tergantung pada jumlah
dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana penunjang kegiatan yang
tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami
perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan
pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit
rehabilitasi (rumsah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6
bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan 1 tahun,
mungkin saja bisa sampai 2 tahun.
Berdasarkan pengertian
dan lama rawat di atas, maka perawat di ruang rehabilitasi tidak terlepas dari
perawatan sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada bagian di bawah ini (bagan 1).
Bagan 1. Alur Perawatan
Klien di Rumah Sakit
Klien datang ↑ Ke RS
Perawatan
Detoksifikasi
Perawatan rehabilitasi
(ruang rehabilitasi)
Kenyataan menunjukkan
bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan
mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA oleh karena rasa rindu (crawing)
terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2000). Dengan rehabilitasi
diharapkan pengguna NAPZA dapat :
1. Mempunyai motivasi
kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi
2. Mampu menolak
tawaran penyalahgunaan NAPZA
3. Pulih kepercayaan
dirinya, hilang rasa rendah dirinya
4. Mampu mengelola
waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik
5. Dapat berkonsentrasi
untuk belajar atau bekerja
6.
Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik alam pergaulan dengan
lingkungannya
Jenis program rehabilitasi:
a) Rehabilitasi
psikososial
Program rehabilitasi
psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (reentry program).
Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan
misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat
rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program
rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.
b) Rehabilitasi
kejiwaan
Dengan menjalani
rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua berperilaku
maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan
antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan
sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun klien
telah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum
hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craing masih sering
muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur
(insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan
konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat
dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak
bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan.
Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara
individumaupun secara kelompok. Untuk mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2
minggu (program pascadetoksifikasi) memang tidak cukup, oleh karena itu,perlu
dilanjutkan dengan waktu 3-6 bulan (program rehabilitasi). Dengan demikia dapat
dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepat bagi masing-masing klien
rehabilitasi. Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi
keluarga terutama keluarga broken home. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003)
menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat
memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.
c) Rehabilitasi
komunitas
Berupa program
terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu tempat. Dipimpin
oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai koselor, setelah
mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai kansultan
saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara
efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan
mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps. Dalam program
ini semua kilen ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan
perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota
bertanggung jawab terhadap perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku
positif dan hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.
d) Rehabilitasi
keagamaan
Rehabilitasi keagamaan
masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi tidaklah cukup untuk
memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau
keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang
sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam
penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan ibadah, risiko
kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang beribadah risiko kekambuhan 21,50%,
dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah agama risiko kekambuhan
mencapai 71,6%.
ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN PENYALAHGUNAAN DAN KETERGANTUNGAN NAPZA
A. Pengkajian
1. Kaji situasi kondisi
penggunaan zat
Kapan zat digunakan
Kapan zat menjadi lebih sering digunakan/mulai menjadi masalah
Kapan zat dikurangi/dihentikan, sekalipun hanya sementara
2. Kaji risiko yang berkaitan
dengan penggunaan zat
Berbagi peralatan suntik
Perilaku seks yang tidak nyaman
Menyetir sambil mabuk
Riwayat over dosis
Riwayat serangan (kejang) selama putus zat
3. Kaji pola penggunaan
Waktu penggunaan dalam sehari (pada waktu menyiapkan makan malam)
Penggunaan selama seminggu
Tipe situasi (setelah berdebat atau bersantai di depan TV)
Lokasi (timbul keinginan untuk menggunakan NAPZA setelah berjalan melalui rumah
Bandar)
Kehadiran atau bertemu orang-orang tertentu (mantan pacar, teman pakai)
Adanya pikiran-pikiran tertentu (“Ah, sekali nggak bakal ngerusak” atau “Saya
udah nggak tahan lagi nih, saya harus make”)
Adanya emosi-emosi tertentu (cemas atau bosan)
Adanya faktor-faktor pencetus (jika capek, labil, lapar, tidak dapat tidur atau
stress yang berkepanjangan)
4.
Kaji hal baik/buruk tentang penggunaan zat maupun tentang kondisi bila tidak
menggunakan
B. Diagnosa Keperawatan
Koping Individu tidak
efektif: belum mampu mengatasi keinginan menggunakan zat.
C. Tindakan Keperawatan
Strategi Pertemuan 1-
klien:
1)
Mendiskusikan dampak penggunaan NAPZA bagi kesehatan, cara meningkatkan
motivasi berhenti, dan cara mengontrol keinginan.
2) Melatih cara
meningkatkan motivasi dan cara mengontrol keinginan
3) Membuat jadwal
latihan
Latihan SP 1-Klien
Orientasi
“Selamat pagi Dik,
perkenalkan saya suster M”. “Nama adik siapan?” “Lebih senang dipanggil apa”
“Bagaimana keadaan kamu pagi ini?” “Kalau A tidak keberatan, selama 20 menit
kedepan kita akan bercakap-cakap tentang kesehatan A?” “Bagaimana kalau kita
bercakap-cakap di teras depan ruangan A?”
Kerja
“Apa yang biasa A pakai
sebelum masuk ke pusat rehabilitasi ini?” “Kokain?””Apakah ada keluhan dengan
kesehatan A?” “Bagaimkana hubungan A dengan teman-teman A?” “Bagaimana dengan
sekolah A?” “Sejak kapan A menggunakan ganja?” “Pada situasi yang bagaimana
timbul keinginan A menghisap ganja?” “Apa saja akibat yang A rasakan kalau
menghisap ganja?” Koping individu tidak efektif: belum mampu mengatasi
keinginan menggunakan zat.
“Apakah A ingin
berhenti?” “Bagus!” “Berapa kali A mencoba berhenti?” “Bagaimana perasaan A
ketika tidak menghisap ganja?” Apa yang menyebabkan A memakai ganja lagi?”
“Baiklah kalau begitu, Suster akan jelaskan akibat kesehatan yang dapat
terjadi. (Jelaskan sesuai jenis NAPZA yang dipakai, tabel 1 dan 2). “Yang mana
yang sudah A alami?” “Jadi A ingin coba berhenti?”
“Sekarang mari kita
bicarakan apa-apa saja yang masih dapat dibanggakan dari A, kita mulai dari :
• Diri A: “Coba A lihat
aspek positif yang masih A miliki.” “Betul A masih sangat muda, punya
pendidikan, sehat daan masa depan yang cerah sedang menunggu kamu,m bagus
sekali.”
• Keluarga A: “A masih
punya ayah, ibu, dan saudara-saudara kamu yang begitu perhatian dengan kami”.
“Ternyata banyak sekali hal positif yang ada pada A” “Sekarang bagaimana kalau
A berlatih mensyukuri hal positif yang ada pada A” “Katakan saya masih muda,
saya harus berhenti!”
“Bagaimana kalau kita
teruskan diskusi tentang cara-cara menghindari penggunaan ganja.” “Ada beberapa
cara yaitu :
1. Hindari teman-teman
A yang menawarkan kokain
2. Kunjungi teman-teman
yang tidak menggunakan
3. Bicara pada
teman-teman yang berhasil berhenti
4. Kalau pergi keluar
dari rumah sebaiknya ditemani keluarg
“Selain itu lakukan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.” “Apa contohnya A?” “Bagus!” “Mari kita buat
jadwal kegiatannya.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan A
setelah bercakap-cakap?” “Baguis sekali.” “Nah, suster mau tanya lagi:
“Coba A sebutkan
kembali hal-hal positif yang masih A miliki!” “Bagus sekali” “Yang mana yang
mau dilatih?” “Saya bisa berhenti.” (Afirmasi).
“Sekarang coba sebutkan
kembali cara menghindari penggunaan ganja! “Benar” “Yang mana yang mau dilatih”
“Nah, masukkan dalam jadwal latihannya dan dicoba” “Besok pagi suster akan
datang kembali, kita akan diskusikan lagi hasil latihannya dan kita latih cara
yang lain.” “Bagaimana A” “Baiklah kalau begitu besok jam 11.00 kita ketemu
ya.” “Sampai jumpa”
Beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh perawat untuk membantu klien mengatasi craving / nagih
(keinginan untuk menggunakan kembali NAPZA) adalah sebagai berikut:
1) identifikasi rasa
nagih muncul
2) ingat diri sendiri,
rasa nagih normal muncul saat kita berhenti
3)
ingatlah rasa nagih seperti kucing lapar, semakin lapar, semakin diberi makan
semakin sering muncul
4)
cari seseorang yang dapat mengalihkan dari rasa nagih, 5) coba menyibukkan diri
saat rasa nagih datang
6)
tundalah penggunaan sampai beberapa saat, 6) bicaralah pada seseorang yang
dapat mendukung
7)
lakukan sesuatu yang dapat membuat rileks dan nyaman
8)
kunjungi teman-teman yang tidak menggunakan narkoba
9)
tontonlah video, ke bioskop atau dengar musik yang dapat membuat rileks
10)
dukunglah usaha anda untuk berhenti sekalipun sering berakhir dengan
menggunakan lagi
11)
bicara pada teman-teman yang berhasil berhenti
12)
bicaralah pada teman-teman tentang bagaimana mereka menikmati hidup atau
rilekslah untuk dapat banyak ide.
Menurut Keliat dkk.
(2006). Tujuan tindakan keperawatan untuk keluarga adalah sebagai berikut:
1)
Keluarga dapat mengenal masalah ketidakmampuan anggota keluarganya berhenti
menggunakan NAPZA.
2) Keluarga dapat
meningkatkan motivasi klien untuk berhenti.
3) Keluarga dapat
menjelaskan cara merawat klien NAPZA.
4) Keluarga dapat
mengidentifikasi kondisi pasien yang perlu dirujuk
Tindakan keperawatan
yang dapat dilakukan pada keluarga antara lain :
1) Diskusikan tentang
masalah yang dialami keluarga dalam merawat klien.
2)
Diskusikan bersama keluarga tentang penyalahgunaan/ketergantungan zat (tanda,
gejala, penyebab, akibat) dan tahapan penyembuhan klien (pencegahan,
pengobatan, dan rehabilitasi).
3)
Diskusikan tentang kondisi klien yang perlu segera dirujuk seperti: intoksikasi
berat, misalnya penurunan kesadaran, jalan sempoyongan, gangguan penglihatan
(persepsi), kehilangan pengendalian diri, curiga yang berlebihan, melakukan
kekerasan sampai menyerang orang lain. Kondisi lain dari klien yang perlu
mendapat perhatian keluarga adalah gejala putus zat seperti nyeri (Sakau), mual
sampai muntah, diare, tidak dapat tidur, gelisah, tangan gemetar, cemas yang
berlebihan, depresi (murung yang berkepanjangan).
4)
Diskusikan dan latih keluarga merawat klien NAPZA dengan cara: menganjurkan
keluarga meningkatkan motivasi klien untuk berhenti atau menghindari
sikap-sikap yang dapat mendorong klien untuk memakai NAPZA lagi (misalnya
menuduh klien sembarangan atau terus menerus mencurigai klien memakai lagi);
mengajarkan keluarga mengenal ciri-ciri klien memakai NAPZA lagi (misalnya
memaksa minta uang, ketahuan berbohong, ada tanda dan gejala intoksikasi); ajarkan
keluarga untuk membantu klien menghindar atau mengannkan perhatian dari
keinginan untuk memakai NAPZA lagi, anjurkan keluarga memberikan pujian bila
klien dapat berhenti walaupun 1 hari, 1 minggu atau 1 bulan; dan anjurkan keluarga
mengawasi klien minum obat.
Strategi Pertemuan
dengan Pasien dan Keluarga Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA
Kemampuan Pasien dan
Keluarga
A Pasien
Sp1
1. Membina hubungan
saling percaya
2. Mendiskusikan dampak
NAPZA
3. Mendiskusikan cara
meningkatkan motivasi
4. Mendiskusikan cara
mengontrol keinginan
5. Latihan cara
meningkatkan motivasi
6. Latihan cara
mengontrol keingan
7. Membuat jadwal
aktivitas
Sp 2
1. Mendiskusikan cara
menyelesaikan masalah
2. Mendiskusikan cara
hidup sehat
3. Latihan cara
menyelesaikan masalah
4. Latihan cara hidup
sehat
5. Mendiskusikan
tentang obat
B Keluarga
Sp 1
1. Mendiskusikan
masalah yang dialami
2. Mendiskusikan
tentang NAPZA
3. Mendiskusikan
tahapan penyembuhan
4. Mendiskusikan cara
merawat
5. Mendiskusikan
kondisi yang perlu dirujuk
6. latihan cara merawat
Sp 2
1. Mendiskusikan cara
meningkatkan motivasi
2. Mendiskusikian
pengawasan dalam minum obat
(Sumber: Keliat dkk,
2006)
D. Evaluasi
Evaluasi yang
diharapkan dari klien adalah sebagai berikut :
1. Klien mengetahui
dampak NAPZA
2.
Klien mampu melakukan cara meningkatkan motivasi untuk berhenti menggunakan
NAPZA
3. Klien mampu
mengontrol kemampuan keinginan menggunakan NAPZA kembali
4. Klien dapat
menyelesaikan masalahnya dengan koping yang adaptif
5. Klien dapat
menerapkan cara hidup yang sehat
6. Klien mematuhi
program pengobatan
Evaluasi yang
diharapkan dari keluarga adalah sebagai berikut :
1. Keluarga mengetahui
masalah yang dialami klien
2. Keluarga mengetahui
tentang NAPZA
3. Keluarga mengetahui
tahapan proses penyembuhan klien
4. Keluarga
berpartisipasi dalam merawat klien
5. Keluarga memberikan
motivasi pada kilien untuk sembuh
6. Keluarga mengawasi
klien dalam minum obat
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN KOKAIN
CATATAN KEPERAWATAN
Nama Klien : AY
Nama Ruang : Anggrek
No. RM : 02-02-7788
Tanggal : 08-08-2008
Data
Ay (20 tahun) mahasiswa
salah satu PTS di Kota Medan sudah 2 tahun terakhir ioni menggunakan
shabu-shabu. Sebelum menggunakan kokain, klien mengkonsumsi shabu-shabu.
Keluarga sudah 2 kali membawa AY ke patni rehabilitasi untuk mendapat
pengobatan. Biasanya setelah menjalani rehabilitasi klien berhenti menggunakan
kokain. Akan tetapi waktunya tidak lama paling lama 6 bulan. Ini kali ketiga
klien dirawat dip anti rehabilitasi. Klien mengatakan sudah berusaha untuk menghentikan
kebiasaan mengkonsumsi kokain. Tetapi keinginan itu tidak bertahan lama karena
dia sering ketemu dan berkumpul bersama teman-teman pemakai NAPZA. Klien sulit
untuk menolak ajakan teman-temannya.
Diagnosa Keperawatan :
Koping individu tidak
efektif: belum mampu mengatasi keinginan menggunakan zat.
Tindakan Keperawatan :
1. Mendiskusikan
tentang dampak penggunaan NAPZA bagi kesehatan
2. Mendiskusikan
tentang cara meningkatkan motivasi untuk berhenti
3. Mendiskusikan
tentang cara menghindar dari teman-teman pemakai NAPZA
4. Mendiskusikan
tentang cara penyelesaian masalah secara sehat
5. Mendiskusikan
tentang gaya hidup yang sehat
6. Melatih cara untuk
menghindar dan mengontrol keinginan menggunakan NAPZA kembali
7.
Melatih cara menyelesaikan masalah: dicurigai/dituduh menggunakan NAPZA kembali
oleh keluarga/sekolah/pekerjaan.
Evaluasi :
S : Klien berjanji akan
menghindari teman-temannya yang masih menggunakan NAPZA.
O
: Klien tampak tidak mau menemui teman kelompoknya ketika berkunjung untuk
menjenguknya di panti rehabilitasi.
A : Keinginan untuk
menggunakan kembali NAPZA terkadang muncul.
P
: Menganjurkan klien untuk menambah kegiatan yang bersifat positif seperti
aktif dalam kegiatan ibadah dipanti rehabilitasi, olahraga melanjutan kembali
membua jadwal kegiatan klien.
No comments:
Post a Comment