Friday, March 25, 2016

LAPORAN PENDAHULUAN UROLITHIASIS



LAPORAN PENDAHULUAN
UROLITHIASIS
Di R. 13 RSUD dr. Saiful Anwar Malang





LOGO STIKES KEPANJEN.jpg
 















Oleh    :
HANIFAN FAUZI
2014.03.036






PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KEPANJEN - MALANG
2014

LEMBAR PENGESAHAN




Laporan pendahuluan dengan judul “UROLITHIASIS” di ruang 13 RSUD dr. Saiful Anwar Malang, telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing :












Mengetahui,














Pembimbing Institusi




(                                   )
 


Pembimbing Lahan




(                                   )
 

 








LAPORAN PENDAHULUAN
UROLITHIASIS


1.        Pengertian
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.

2.      Anatomi
Sistem perkemihan (urinari) terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra. Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal  bagian atas di sepanjang kolumna  vertebra. Pada posisi supine ginjal terletak antara vertebra thorakal XII  – vertebra lumbal III,  pada saat posisi trendelenberg posisinya bisa naik ke atas sampai ruang intercosta X, sedangkan pada saat berdiri letak ginjal bisa turun sampai di atas permukaan sacroiliaka. Karena adanya hepar, ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri. Bentuk ginjal menyerupai kacang mente dengan sisi cekungnya menghadap ke medial dan disebut sebagai hilus renalis, yaitu tempat struktur – struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada  autopsi klinik didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm  (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram atau kurang lebih 0,4 % dari berat badan. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut true capsule (kapsula fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenalis yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang berfungsi menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta menghambat ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma, di luar fasia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal  atau disebut jaringan lemak pararenal. Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk  XI dan XII,  sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ – organ intraperitoneal. Ginjal kanan di kelilingi oleh hepar, kolon dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon. Secara anatomik jaringan parenkim ginjal terdiri atas :
(1). korteks
(2). medula
Bagian korteks merupakan bagian luar yang berhubungan langsung dengan kapsul, sedang medula merupakan bagian dalam yang berada di bawah korteks. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal, terdapat 12 sampai 18 piramida tiap ginjal. Kolumna dari Bertin merupakan tonjolan korteks ke dalam medula dan memisahkan medula. Ujung atau bagian akhir piramida disebut papila yang menyalurkan urine yang  terbentuk ke dalam ‘collecting system’ dan berhubungan dengan kaliks minor. Beberapa kaliks minor bergabung membentuk kaliks mayor, dimana kaliks mayor akan bergabung lagi membentuk pelviks renal yang terletak di atas ureter.
Aliran darah ke ginjal berasal dari arteri renal, merupakan arteri tunggal (end artery) cabang dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena cava inferior. Saluran getah bening (limfe) dari ginjal mengalir ke kelenjar limfe di hilus renalis selanjutnya ke kelenjar limfe paraaorta. Persyarafan dari ginjal dilaksanakan oleh sistem otonom, yaitu simpatis dan parasimpatis. Bila diperiksa secara histologik maka ginjal terdiri dari satuan unit  fungsional yang disebut nefron, masing-masing ginjal  terdapat 1 juta sampai 1,25 juta  nefron, semua berfungsi sama dan independen. Tiap nefron terbentuk dari dua komponen utama : (1) Glomerulus dan Kapsula Bowman’s, tempat air dan larutan difiltrasi dari darah dan (2) Tubulus, yang mereabsorpsi material penting dari filtrat dan memungkinkan bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan untuk tetap dalam ‘filtrat’ (material hasil filtrasi glomerulus) dan mengalir ke pelvis renalis sebagai urine. Glomerulus  terdiri atas sekumpulan kapiler-kapiler yang mendapat suplai nutrisi dari arteriole afferen dan diperdarahai oleh arteriole afferen. Glomerulus dikelilingi oleh kapsula bowman’s, arteriole efferen mensuplai darah ke kapiler peritubuler. Cairan filtrat dari kapiler masuk ke kapsula kemudian mengalir ke dalam sistem tubular, yang terdiri atas empat bagian: (1) Tubulus Proksimus,  (2) Ansa Henle , (3) Tubulus Distalis dan Tubulus kolegentes. Berdasarkan letak nefron pada massa ginjal, ada dua tipe nefron :
(1). nefron kortikal
(2). nefron jukstamedular
Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron kortikal, nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang menembus ke dalam medula  dengan jarak dekat. Nefron jukstamedular kira-kira 20 % sampai 30 %  mempunyai glomerulus dan terletak di korteks renal sebelah dalam  dekat medula, nefron ini mempunyai ansa henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula, pada beberapa tempat semua berjalan ke ujung  papila renal. Struktur vaskuler yang menyuplai nefron jukstamedular juga berbeda dengan yang menyuplai nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh sistem tubulus dikelilingi oleh jaringan kapiler peritubular yang luas, sedangkan pada nefron jukstamedular, arteriol efferen panjang akan meluas dari glomerulus turun ke bawah menuju medula bagian luar dan kemudian membagi diri menjadi kapiler-kapiler peritubular khusus yang disebut vasa rekta, meluas ke bawah menuju medula dan terletak berdampingan dengan ansa henle. Seperti ansa henle, vasa rekta kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya kedalam vena kortikal; jaringan kapiler khusus dalam medula ini memegang peranan penting pembentukan urine pekat (Ignatavicius,1995).

3.      Fisiologi
Ginjal menjalankan berbagai fungsi  penting untuk mempertahankan homeostasis, antara lain :
(1).  Pengeluaran cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa serta pengeluaran  nitrogen dan produk sisa
(2). Aktivitas hormonal
Melalui efek beberapa hormon dan pengaturan keseimbangan cairan, ginjal juga ikut mengatur tekanan darah.
(3).  Fungsi regulasi/pengaturan
Proses fisiologis yang terlibat dalam pengaturan lingkungan interna adalah termasuk
(a). filtrasi glomerulus
(b). reabsorpsi tubular
(c). sekresi tubular
(4).  Adapun mekanisme masing-masing proses di atas meliputi :
(a). difusi
(b). transport aktif
(c). osmosis
(d). filtrasi
(5). Filtrasi glomerulus
Merupakan proses penting dalam pembentukan urine. Sewaktu darah mengalir dari arteriole afferen masuk glomerulus, sejumlah air, elektrolit dan zat terlarut (seperti creatinin, urea nitrogen dan glukosa) difiltrasi melewati membran glomerular masuk  kapsul bowman’s membentuk filtrat. Substansi dan berat molekul lebih dari 69.000 terlalu besar untuk melewati membran dan merupakan subyek terjadinya ’penolakan elektrostasis’ pada membran kapiler glomerulus (Guyton, 1991), sehingga substansi seperti protein-albumin, globulin dan SDM normalnya tidak terdapat dalam filtrat. Adanya tekanan positif memungkinkan terjadinya filtrasi glomerulus. Tekanan hidrostatik merupakan tekanan utama yang mendukung terjadinya ultrafiltrasi darah dimana ada tekanan yang melawan filtrasi glomerulus, yaitu tekanan onkotik plasma dari darah di dalam glomerulus dan tekanan filtrat tubular dari filtrat di dalam kapsul bowman’s. Filtrat glomerulus terjadi apabila tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan oposisinya (tekanan onkotik plasma dan filtrat tubular). Ginjal mempunyai kemampuan autoregulasi untuk mempertahankan atau mengatur tekanan dan aliran darah ginjal, sehingga memungkinan Glomerular Filtration Rate (GFR) berjalan relatif konstan dimana otot polos arteriole afferen dan efferen bertanggung jawab dalam proses ini. Hal ini dapat kita lihat, meskipun tekanan darah sistemik darah meningkat dan dapat meningkatkan GFR, namun vasodilatasi dari arteriole afferen akan menurunkan tekanan darah ke ginjal, sehingga GFR berlangsung konstan. Hal yang sama juga terjadi apabila tekanan darah sistemik menurun, maka akan terjadi vasokonstriksi arteriole afferen, sehingga tekanan darah ke ginjal naik, akibatnya filtrasi tetap berlangsung tanpa perubahan yang besar. Autoregulasi akan terjadi selama tekanan sistolik dipertahankan antara 75 sampai 160 mmHg (Guyton, 1991). Setiap hari sekitar 180 liter terbentuk filtrat dari glomerulus atau normalnya GFR berkisar 125 ml/menit, dari sejumlah tersebut hanya sekitar 1 sampai 2 liter yang dikeluarkan sebagai urine.
(6). Reabsorpsi tubular
Merupakan proses kedua yang juga ikut mempertahankan konsentrasi plasma normal dan pengeluaran cairan serta solut melalui urine secara tepat. Sewaktu filtrat mengalir melalui komponen tubular dari nefron, sejumlah air, elektrolit dan solut lain direabsorpsi oleh tubuh. Reabsorpsi  terjadi dari filtrat yang  berada dalam lumen tubular masuk ke dalam kapilar peritubuler atau vasa rekta. Di dalam tubulus proksimal direabsorpsi sekitar 65 % dari filtrat.
Reabsorpsi air : lebih dari 99 % filtrat air direabsorpsi kembali oleh tubulus ke dalam tubuh. Beberapa proses juga membantu ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan antara lain kemampuan mempertahankan interstisial  medula hipertonik dan kemampuan memproduksi variasi dalam volume urine. Sebagian besar air direabsorpsi dari filtrat ke dalam plasma saat melewati tubulus proksimal, saat filtrat berada pada pars desenden air juga direabsorpsi. Pada pars asenden yang berdinding  berdinding tipis, sodium dan klorida  secara aktif direabsorpsi, akan tetapi dindingnya tidak permeabel terhadap air, sehingga cairan  jaringan interstisial medula menjadi hipertonik. Pada saat filtrat melewati tubulus distal reabsorpsi air juga terjadi karena dindingnya permeabel terhadap air. Dinding membran tubulus distal dapat menjadi lebih permeabel terhadap air atas pengaruh vasopresin (ADH). ADH meningkatkan permeabilitas membran terhadap air dan meningkatkan reabsorpsi air. Aldosteron juga mengubah permeabilitas membran, aldosteron meningkatkan reabsorpsi sodium dalam tubulus distal; sedangkan reabsorpsi air terjadi sebagai hasil perpindahan sodium.
Reabsorpsi solut : sebagian besar sodium, clorida dan air direabsorpsi sewaktu di tubulus proksimal dan reabsorpsi yang sama juga terjadi pada tubulus koligentes dan biasa terjadi atas pengaruh aldosteron. Potassium utamanya direabsorpsi pada tubulus proksimal dimana 20 % sampai 40 % potassium direabsorpsi pada pars asenden yang berdinding tebal. Bikarbonat, kalsium dan phospat utamanya juga direabsorpsi pada tubulus proksimal dan sebagian pada pars asenden dan tubulus distal. Reabsorpsi bikarbonat menjadi dasar penetralan asam dalam plasma dan membantu  mempertahankan pH serum normal. Kalsitonin dan paratiroid hormon (PTH) juga mempengaruhi reabsorpsi dan sekresi kalsium. Magnesium terutama direabsorpsi pada pars asenden dinding  tebal dan sebagian kecil pada tubulus proksimal. Biasanya ambang batas ginjal terhadap glukosa adalah pada tingkat kadar glukosa serum sekitar 220 mg/dl. Normalnya hampir semua glukosa dan beberapa asam amino atau protein yang difiltrasi kemudian direabsorpsi kembali, sekitar 50 % dari urea yang ada difiltrat difiltrasi dan tidak ada kreatinin yang diabsorpsi.
(7). Sekresi tubular
Sekresi tubular adalah proses ketiga dalam pembentukan urine dan merupakan perpindahan substansi dari plasma ke dalam filtrat tubular. Selama sekresi tubular, molekul    molekul mengalir dari kapiler peritubular melewati membran kapiler masuk ke dalam sel di sekitar tubular. Sebuah pertukaran molekul secara konstan dan reaksi koreksi kimia memungkinkan pengeluaran hydrogen (melalui ammonium klorida), pelepasan potassium dari tubuh dan regenerasi bikarbonat.
(8). Fungsi hormonal
Ginjal memproduksi beberapa hormon yang signifikan mempengaruhi fisiologi, antara lain :

(a). erithropoetin
(b). pengaktif vitamin D
(c). renin
(d). prostaglandin
  Sekresi lain seperti kinin, mempengaruhi aliran darah ginjal dan permeabilitas kapiler. Ginjal juga berperan dalam penghambatan dan pengeluaran insulin.
(a). Produksi erythropoetin
Erythropoetin diproduksi dan dikeluarkan sebagai respon terhadap penurunan tekanan oksigen pada suplai darah ginjal. Erythropoetin menstimuli pembentukan SDM dalam sumsum tulang. Saat massa parenkim ginjal menurun; produksi erythropoetin juga menurun.
(b). Aktivasi vitamin D
Ginjal menghasilkan bentuk aktif vitamin D,  yaitu 1,25-Dihidroksi vitamin D3, dimana bentuk aktif ini diperlukan pada pengaturan kalsium dan phospat.
(c). Produksi renin
Renin memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah. Renin dibentuk dan dikeluarkan apabila ada penurunan dalam aliran darah, volume atau tekanan dalam arteriole serta apabila adanya penurunan konsentrasi ion sodium yang dideteksi oleh reseptor jukstaglomerular. Angiotensinogen yang dihasilkan oleh hati diaktifkan oleh angiotensinogen I pada waktu terdapatnya renin. Enzim pada paru-paru mengubah angiotensin I menjadi bentuk aktif; angiotensinogen II. Angotensinogen II merupakan vasokonstriktor yang kuat yang juga merangsang dikeluarkannya aldosteron oleh kelenjar adrenal. Aldosteron meningkatkan reabsorpsi sodium oleh ginjal, air mengikuti sodium, berdampak peningkatan volume darah.
(d). Produksi prostaglandin
Prostaglandin diproduksi salah satunya termasuk dalam parenkim ginjal. Prostaglandin dibentuk dari metabolisme asam arakidonik yang merupakan derivat dari asam lemak. Protaglandin spesifik yang diproduksi dalam korteks renal adalah prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2). Prostaglandin ini memegang peranan dalam pengaturan filtrasi glomerulus, resistensi vaskular dan produksi  renin. Di dalam medulla PGE2  mempengaruhi tubulus distal dan koligentes dalam menghambat sekresi ADH, menurunkan permeabilitas membran, meningkatkan sekresi sodium dan air.


4.        Etiologi
1)        Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria.
2)        Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum.
3)        Faktor lain
a.         Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK) Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.
b.        Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah Infeksi Saluran Kencing.
c.         Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3 : 1
d.        Ras
Batu Saluran Kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
e.         Keturunan
Anggota keluarga Batu Saluran Kencing lebih banyak mempunyai kesempatan
f.         Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.
g.        Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
h.        Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringan.
i.          Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas Batu Saluran Kencing berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita Batu Saluran Kencing (buli-buli dan Urethra).


5.        Patofisiologi
Batu saluran kemih merupakan hasil dari beberapa gangguan metabolisme, meskipun belum diketahui secara pasti mekanismenya. Namun beberapa teori menyebutkan diantaranya  teori inti matriks, teori supersaturasi, teori presipitasi-kristalisasi, teori berkurangnya faktor penghambat. Setiap orang mensekresi kristal lewat urine setiap waktu, namun hanya kurang dari 10 % yang membentuk batu. Supersaturasi filtrat diduga sebagai faktor utama terbentuknya batu, sedangkan faktor lain yang dapat membantu yaitu  keasaman dan kebasaan batu, stasis urine, konsentrasi urine, substansi lain dalam urine (seperti : pyrophospat, sitrat dll). Sedangkan materi batunya sendiri bisa terbentuk dari kalsium, phospat, oksalat, asam urat, struvit dan kristal sistin. Batu kalsium banyak dijumpai, yaitu kurang  lebih 70-80 % dari seluruh batu saluran kemih, kandungan batu jenis ini terdir atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu. Batu asam urat merupakan 5-10 % dari seluruh BSK yang merupakan hasil metabolisme purine. Batu struvit disebut juga batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih, kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau ‘urea splitter’, yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi basa. Batu struvit biasanya mengandung magnesium, amonium dan sulfat. Batu sistin masih sangat jarang ditemui di Indonesia, berasal dari kristal  sistin akibat adanya defek tubular renal yang herediter. Apabila karena suatu sebab, partikel pembentuk batu meningkat maka kondisi ini akan memudahkan terjadinya supersaturasi,  sebagai contoh pada seseorang yang mengalami immobilisasi yang lama  maka akan terjadi perpindahan kalsium  dari tulang, akibatnya kadar kalsium serum akan meningkat sehingga meningkat pula yang harus dikeluarkan melalui urine. Dari sini apabila intake cairan tidak adekuat atau seseorang mengalami dehidrasi, maka supersaturasi akan terjadi dan kemungkinan terjadinya batu kalsium sangat besar. pH urine juga dapat membantu terjadinya batu atau sebaliknya, batu asam urat dan sistin cenderung terbentuk pada suasana urine yang bersifat asam, sedangkan batu struvit dan kalsium fosfat dapat terbentuk pada suasana urine basa, adapun batu kalsium oksalat tidak dipengaruhi oleh pH urine. Batu yang berada dan terbentuk di tubuli ginjal kemudian dapat berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal (Ignatavicius, 1995). Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu stoghorn (Purnomo, 2000). Batu yang besar dan menyumbat saluran kemih akan menyebabkan obstruksi sehingga menimbulkan hidronefrosis atau kaliektasis. Peningkatan tekanan akibat obstruksi menyebabkan ischemia arteri renalis diantara korteks renalis dan medulla dan terjadi pelebaran tubulus sehingga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Obstruksi yang tidak teratasi akan menyebabkan urin stasis yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi sehingga menambah kerusakan ginjal yang ada. Sebagian urin dapat mengalir kembali ke tubulus renalis masuk ke vena dan tubulus getah bening yang bekerja sebagai mekanisme kompensasi guna mencegah kerusakan ginjal. Ginjal yang tidak menderita mengambil alih eliminasi produk sisa yang banyak. Karena obstruksi yang berkepanjangan, ginjal yang tidak menderita membesar dan dapat berfungsi seefektif seperti kedua buah ginjal seperti sebelum terjadi obstruksi. Obstruksi kedua belah ginjal berdampak kepada kegagalan ginjal. Hidronefrosis bisa timbul tanpa gejala selama ginjal berfungsi adekuat dan urin masih bisa mengalir. Adanya obstruksi dan infeksi akan menimbulkan nyeri koliks, nyeri tumpul (dull pain), mual, muntah dan perkembangan hidronefrosis yang berlangsung lamban dapat menimbulkan nyeri ketok pada pinggang. Kadang-kadang dijumpai hematuri akibat kerusakan epitel. Batu yang keluar dari pelvis ginjal dapat menyumbat ureter yang akan menimbulkan rasa nyeri kolik pada pinggir abdomen, rasa nyeri bisa menjalar ke daerah genetalia dan paha yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas kegiatan peristaltik dari otot polos pada ureter yang berusaha melepaskan obstruksi dan mendorong urin untuk berlalu. Mual dan muntah seringkali menyertai obstruksi ureter akut disebabkan oleh reaksi reflek terhadap nyeri dan biasanya dapat diredakan  setelah nyeri mereda. Ginjal yang berdilatasi besar dapat mendesak lambung dan menyebabkan gejala gastrointestinal yang berkesinambungan. Bila fungsi ginjal sangat terganggu, mual /muntah merupakan ancaman gajala uremia.














6.        Phatway


Intake cairan yang rendah                                      Proliferasi mikroorganisme














Resiko Infeksi
 





 


Volume urine berkurang                                        Leukosit            













 


Peningkatan konsentrasi               Stasis              Peningkatan bahan
       Larutan urine                       Urine                 bahan organik












 


                                                           
                                               Kristalisasi mineral-mineral
                                            (Kalsium, Fosfat, Asam urat, Cystine)   Masalah keperawatan








 


Respon pemaksaan           Batu                                               Retensi urine  


 


            Trauma Jaringan                 ­­ creatinin,ureum                   Hidronefrosus








 
                     
            Pembentukan edema/            Mual/Muntah                              Kerusakan Fungsi ginjal
            Iskemia selular







Perubahan Volume cairan
 

 


                                                           
Merespon mediator nyeri
(Bradikinin, Histamin, Serotonin,Prostaglandin)



Nyeri Akut
 
 
                                            










7.        Manifestasi Klinis
1)        Nyeri, sering bersifat kolik (ritmik), terutama apabila batu terletak di ureter atau dibawahnya.Nyerimungkin hebat. Lokasi nyeri akan bergantung pada letak batu.
2)        Batu di ginjal itu sendiri mungkin bersifat asimtomatik kecuali apabila batu  tersebut menyebabkan obstruksi atau timbul infeksi.
3)        Penurunan pengeluaran urine apabila  terjadi obstruksi aliran urine.
4)        Pengenceran urine apabila terjadi obstruksi aliran, karena kemampuanginjal memekatkan urine terganggu oleh pembengkakan yang terjadi  disekitar kapiler peritubulus.

8.        Pemeriksaan Diagnostik

a.    Urinalisa, warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum menunjukkan SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri,  pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat).
b.    Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sisitin mungkin meningkat.
c.    Kultur uirne : Mungkin menunjukkan ISK
d.   Survei biokimia : Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein, elektrolit.
e.    BUN/Kreatini serum dan urine : Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
f.     Kadar klorida dan bikarbonat serum :peninggian kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
g.    Hitung darah lengkap :SDP mungkin meningkat menunjukkan infeksi/septikemia.
h.    SDM : biasanya normal
i.      Hb/Ht : Abnormal bial  pasien dehidrasi berat atau polisitemia trejadi (mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi/gagal ginjal)
j.      Hormon paratiroid :mungkin mneingkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari  tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine)
k.    Foto rontgen KUB : menunjukkan adanya kalkuli dan atau perubahan anatomik pada area ginjaldan sepanjang ureter.
l.      IVP : Memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri  abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
m.  Sisto ureterokopi : Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkkan batu dan/efek obstruksi.
n.    CT scan : Menggambarkan kalkuli dan massa lain: ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
o.    Ultra sound ginjal : Untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

9.        Penatalaksanaan
a.    Menghilangkan Obstruksi
b.    Mengobati Infeksi
c.    Menghilangkan rasa nyeri
d.   Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi.

10.    Komplikasi
a.    Obstruksi Ginjal
b.    Perdarahan
c.    Infeksi
d.   Hidronefrosis

11.  Teori Terbentuknya Batu
a.         Teori Intimatriks
       Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b.         Teori Supersaturasi
       Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c.         Teori Presipitasi-Kristalisasi
       Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d.        Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
       Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.

12.  Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan meliputi lima tahap yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksannan dan evaluasi.
l.     Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al, 1986). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu yang meliputi :
Pengumpulan data
a.    Identitas penderita
Meliputi nama, umur (penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30 sampai 50 tahun), jenis kelamin (BSK banyak ditemukan pada pria dengan perbandingan 3 kali lebih banyak dari wanita), alamat, agama/kepercayaan, pendidikan, suku/bangsa (beberapa daerah menunjukkan angka kejadian BSK yang lebih tinggi dari daerah lain), pekerjaan (BSK sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life) (Purnomo, 2000).
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama yang sering terjadi pada klien batu ginjal adalah nyeri pinggang akibat adanya batu pada ginjal, berat ringannya nyeri tergantung lokasi dan besarnya batu, dapat pula terjadi nyeri kolik/kolik renal yang menjalar ke testis pada pria dan kandung kemih pada wanita. Klien dapat juga mengalami gangguan saluran gastrointestinal dan perubahan dalam eliminasi urine (Ignatavicius, 1995).
c.  Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin berhubungan dengan BSK, antara lain infeksi saaluran kemih, hiperparatiroidisme, penyakit inflamasi usus, gout, keadaan-keadaan yang mengakibatkan hiperkalsemia, immobilisasi lama dan dehidrasi (Carpenito, 1995).      
d. Riwayat penyakit keluarga
Beberapa penyakit atau kelainan yang sifatnya herediter dapat menjadi penyebab terjadinya batu ginjal antara lain riwayat keluarga dengan renal tubular acidosis (RTA), cystinuria, Xanthinuria dan dehidroxynadeninuria (Munver & Preminger, 2001).
e. Riwayat psikososial
Klien dapat mengalami masalah kecemasan tentang kondisi yang dialami, juga berkenaan dengan rasa nyeri, dapat juga mengekspresikan masalah tentang kekambuhan dan dampak pada pekerjaan serta aktifitas harian lainnya (Engram, 1998).
f.   Pola fungsi kesehatan
l).    Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Klien biasanya tinggal pada lingkungan dengan temperatur panas dan lingkungan dengan kadar mineral kalsium yang tinggi pada air (Purnomo, 1999). Terdapat riwayat penggunaan alkohol, obat-obatan seperti antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinol dan sebagainya. Aktifitas olah raga biasanya tidak pernah dilakukan (Doenges, 1999).
2).   Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya asupan dengan diet tinggi purin, kalsium oksalat dan fosfat. Terdapat juga ketidakcukupan intake cairan. Klien BSK dapat mengalami mual/muntah, nyeri tekan abdomen (Doenges, 1999).
3).   Pola eliminasi
Pada klien BSK terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya obstruksi sebelumnya sehingga dapat mengalami penurunan haluaran urine, kandung kemih terasa penuh, rasa terbakar saat berkemih, sering berkemih dan adanya diare (Doenges, 1999).
4).   Pola istirahat - tidur
Klien BSK dapat mengalami gangguan pola tidur apabila nyeri timbul pada malam hari atau saat istirahat (Marsorie & Susan, 1984).
5).   Pola aktifitas
Adanya riwayat keterbatasan aktifitas, pekerjaan monoton ataupun immobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis) (Doenges, 1999).
6).   Pola hubungan dan peran
Didapatkan riwayat klien tentang peran dalam keluarga dan masyarakat, interaksi dengan keluarga dan orang lain serta hubungan kerja, adakah perubahan atau gangguan (Carpenito, 1999).

7).   Pola persepsi dan konsep diri
Klien dapat melaporkan adanya perasaan gugup atau kecemasan yang dirasakan sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang kondisi, diagnosa dan tindakan/operasi (Engram, 1998).
8).   Pola kognitif-peseptual
Didapatkan adanya keluhan nyeri, nyeri dapat akut ataupun kolik tergantung lokasi batu (Doenges, 1999).
9).   Pola reproduksi seksual
Dikaji tentang pengetahuan fungsi seksual, adakah perubahan dalam hubungan seksual karena perubahan kondisi yang dialami (Engram, 1998).
            l0). Pola koping dan penanganan stress
Dikaji tentang mekanisme klien terhadap stress, penyebab stress yang mungkin diketahui, bagaimana mengambil keputusan (Carpenito, 1999).
                        ll).  Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana praktik religius klien (type, frekwensi), dengan apa (siapa) klien mendapat sumber kekuatan atau makna (Carpenito, 1999).
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan kasus urologi atau penyakit ginjal dilakukan berdasarkan data/informasi yang diperoleh saat melakukan pengkajian tentang riwayat penyakit. Pemeriksaan meliputi sistem urinari disertai review sistem yang lain dan status umum.
l).  Keadaan umum
Meliputi tingkat kesadaran, ada tidaknya defisit konsentrasi, tingkat kelemahan (keadaan penyakit) dan  ada tidaknya perubahan berat badan (Black, l993). Tanda vital dapat meningkat menyertai nyeri, suhu dan nadi meningkat mungkin karena infeksi serta tekanan darah dapat turun apabila nyeri sampai mengakibatkan shock (Ignatavicius, l995).
2). Ginjal, ureter, buli-buli dan uretra
Pemeriksaan ini dilakukan bersama dengan pemeriksaan abdomen yang lain dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Inspeksi : dengan posisi duduk atau supine dilihat adanya pembesaran di daerah pinggang atau abdomen sebelah atas; asimetris ataukah adanya perubahan warna kulit. Pembesaran pada daerah ini dapat disebabkan karena hidronefrosis atau tumor pada retroperitonium.
Auscultasi : dengan menggunakan belt dari stetoskop di atas aorta atau arteri renal untuk memeriksa adanya ‘bruit’. Adanya bruit di atas arteri renal dapat disebabkan oleh gangguan aliran pada pembuluh darah seperti stenosis atau aneurisma arteri renal.
Palpasi : palpasi pada ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan, tangan kiri diletakkan di sudut kosta-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba dari depan dengan sedikit menekan ke bawah (pada ginjal kanan), bagian bawah dapat teraba pada orang yang kurus. Adanya pembesaran pada ginjal seperti tumor, kista atau hidronefrosis biasa teraba dan terasa nyeri. Ureter tidak dapat dipalpasi, tetapi bila terjadi spasme pada otot-ototnya akan menghasilkan nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah, menjalar ke skrotum atau labia. Adanya distensi buli-buli akan teraba pada area di atas simphisis atau setinggi umbilikus, yang disebabkan  adanya obstruksi pada leher buli-buli.
Perkusi : dengan memberikan ketokan pada sudut kostavertebra, adanya pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan terasa nyeri ketok. Pada buli-buli diketahui adanya distensi karena retensi urine dan terdengar redup, dapat diketahui batas atas buli-buli serta adanya tumor/massa.
Uretra
Inspeksi pada daerah meatus dan sekitarnya, diketahui adanya discharge; darah; mukus atau drainase purulen. Kulit dan membran mukosa dilihat adanya lesi, rash atau kelainan pada penis atau scrotum; labia atau vagina. Iritasi pada uretra biasanya dilaporkan dengan adanya rasa tidak nyaman saat klien miksi.
3). Sistem integumen
Diperiksa adanya perubahan warna; pucat dapat menandakan adanya anemia defisiensi erythropoetin, kuning kemungkinan karena adanya deposit carotene – like substance akibat kegagalan ekskresi ginjal. Kulit kering dapat mengindikasikan adanya gagal ginjal kronik atau kekurangan cairan, adanya ptekie menandakan adanya perdarahan, adanya deposit kristal pada kulit merupakan tanda kegagalan ginjal yang berlangsung lama (Black, l993).
4). Sistem respirasi
Dalam beberapa keadaaan, kualitas pernafasan menggambarkan status cairan klien atau keseimbangan asam basa. Pada gagal ginjal pernafasan mungkin berbau urine atau 'fruit-flavored gum' yang menandakan adanya tosin dalam darah (Black, 1993).
5). Sistem kardiovaskuler
Pemantauan sistem kardiovaskuler dapat digunakan untuk mengetahui status keseimbangan cairan dan elektrolit dan yang spesifik dengan urinary tract adalah pemeriksaan tekanan darah. Hipertensi dapat ditemukan pada beberapa penyakit ginjal dan mungkin adanya overload cairan atau gangguan sistem renin-angiotensin (Black, 1993).
6). Sistem muskuloskeletal
Diperiksa pergerakan klien selama pemeriksaan untuk menentukan tonus otot tubuh secara keseluruhan dan menentukan kemampuan fisik klien mengontrol eliminasi urine, otot yang spesifik pada proses ini adalah otot perineal dan abdomen. Klien dianjurkan untuk mengencangkan (kontraksi) otot tersebut yang dapat diketahui dengan cara palpasi (Black, 1993).
7). Sistem neurologi
Disfungsi ginjal dapat berpengaruh pada sistem persyarafan. Pada gagal ginjal kronik peningkatan kalsium akan menyebabkan tetani, penurunan kalsium akan menyebabkan kelemahan atau penumpukan toksin. Karena spinkter ani dan spinkter urinari berasal dari cabang persyarafan yang sama maka pada pemeriksaan bila salah satu utuh maka spinkter yang lain juga demikian. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan memasukan jari ke dalam anus, jari akan terasa terjepit pada saat diberikan rangsangan nyeri pada penis akibat berkontraksinya spinkter ani eksterna dan otot bulbokavernosa, hal ini menandakan reflek pada S2 dan S4 intak (Black, 1993).
h.  Pemeriksaan diagnostik
Urinalisa : warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum menunjukkan SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan magnesium, fosfat amonium atau batu kalsium fosfat).
Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau  sistin mungkin meningkat.











2.Diagnosa Keperawatan, Intervensi, dan Rasional
Diagnosa Keperawatan/Data Penunjang
TUJUAN/KRITERIA
RENCANA TINDAKAN
rasional
Gangguan rasa nyaman (nyeri pada daerah pinggang) berhubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap adanya batu pada ureter atau pada ginjal
Data Penunjang :
-            Kolik yang berlebihan
-            Lemes, mual, muntah, keringat dingin
-            Pasien gelisah
Tujuan :
Rasa sakit dapat diatasi/hilang
Kriteria :
-            Kolik berkurang/hilang
-            Pasien tidak mengeluh nyeri
-            Dapat beristirahat dengan tenang
-            Kaji intensitas, lokasi dan tempat/area serta penjalaran dari nyeri.


-            Observasi adanya abdominal pain

-            Kaji adanya keringat dingin, tidak dapat istirahat dan ekspresi wajah.
-            Jelaskan kepada pasien penyebab dari rasa sakit/nyeri pada daerah pinggang tersebut.
-            Anjurkan pasien banyak minum air putih 3 – 4 liter perhari selama tidak ada kontra indikasi.
-            Berikan posisi dan lingkungan yang tenang dan nyaman.
-            Ajarkan teknik relaksasi, teknik distorsi serta guide imagine
-            Kolaborasi dengan tim dokter :
·           Pemberian Cairan Intra Vena


·           Pemberian obat-obatan Analgetic, Narkotic atau Anti Spasmodic.


-            Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat-obat Narkotic, Analgetic dan Anti Spasmodic.
-            Peningkatan nyeri adalah indikatif dari obstruksi, sedangkan nyeri yang hilang tiba-tiba menunjukkan batu bergerak. Nyeri dapat menyebabkan shock.
-            Kemungkinan adanya penyakit/komplikasi lain.
-            Kemungkinan salah satu tanda shock

-            Memberikan informasi tentang penyebab dari rasa sakit/nyeri pada daerah pinggang tersebut.
-            Cairan membantu membesihkan ginjal dandapat mengeluarkan batu kecil.

-            Untuk mengurangi sumber stressor

-            Untuk mengurangi/menghilang kan nyeri tanpa obat-obatan

·           Untuk memudahkan pemberian obat serta pemenuhan cairan bila mual, muntah dan keringat dingin terjadi.
·           Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri/kolik yang berlebihan

-            Untuk mengetahui efek samping yang tidak diharapkan dari pemberian obat-obatan tersebut.
Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual/muntah.
Data Penunjang :
Daerah perifer dingin pucat
TD < 100/70 mmHg,
HR > 120 X/mt,
RR > 28 X/mt.
Turgor kulit > 2 detik
Tujuan :
Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat
Kriteria :
-            Produksi urine 30 – 50 cc perjam.
-            Perifer hangat
-            Tanda-tanda vital dalam batas normal :
·           Sistolik 100 – 140 mmHg.
·           Diastolik 70 – 90 mmHg.
·           Nadi 60 – 100 X/mt
·           Pernafasan 16 – 24 X/mt
-            Berat badan dalam rentang
-            Membran mukosa lembab
-            Turgor kulit baik
1.      Awasi pemasukan dan pengeluaran







2.      Catat insiden muntah, diare. Perhatikan karakteristik dan frekwensi muntah dan diare, juga kejadian yang menyertai atau mencetuskan.



3.      Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter/hari dalam toleransi jantung.





4.      Awasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisian kapilar, turgor kulit, dan membran mukosa.



5.      Timbang berat badan tiap hari.


Kolaborasi :
a.        Awasi Hb/Ht, elektrolit.

b.       Berikan cairan IV.


c.        Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi.


d.       Berikan obat sesuai indikasi : antiemetik, contoh proklorperazin (Compazin).
.
1.      Membandingkan keluaran actual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya/ derajad statis/ kerusakan ginjal. Catatan : Kerusakan fungsi ginjal dan penurunan haluaran urine dapat mengakibatkan volume sirkulasi lebih tinggi dengan tanda / gejala GGK.
2.      Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambuing. Pencatatan dapat membantu mengesampingkan kejadian abdominal lain yang menyebabkan nyeri atau menunjukkan kalkulus.
3.      Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis juga tindakan “mencuci” yang dapat mebilas batu keluar. Dehidrasi dan ketidak seimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap kehilangan cairan berlebihan (muntah dan diare).
4.      Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi. Catatan : Penurunan LFG merangsang produksi rennin, yang bekerja untuk meningkatkan TD dalam upaya untuk meningkatkan aliran darah ginjal.
5.      Peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan denganretensi.

Kolaborasi :
a.    Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi.
b.   Mempertahankan volume sirkulasi (bila pemasukan oral tidak cukup) meningkatkan fungsi ginjal.
c.   Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI/iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.
·           Menurunkan mual/muntah.
Kecemasan berhubungan dengan kehilangan status kesehatan.
Data Penunjang :
Urine out put < 30 cc per  jam

Tujuan :
Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya.
Kriteria :
-            Tak mengalami tanda obstruksi
-            Produksi urine 30 – 50 cc perjam.

1.      Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine.





2.      Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi.




3.      Dorong meningkatkan pemasukan cairan.

4.      Periksa semua urine. Catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa.
5.      Selidiki keluhan kandung kemih penuh; palpasi untuk distensi suprapubik. Perhatikan penurunan keluaran urine, adanya edema periorbital/ tergantung.
6.      Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.


Kolaborasi :
1.      Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN, kreatinin.
2.      Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas.
3.      Berikan obat sesuai indikasi, contoh :
a.       Asetazolamid
b.      Hidroklotiazid
c.       Amonium klorida
d.      Agen antigout
e.       Antibiotik
f.       Natrium bikarbonat
g.      Asam askorbat.

4.      Pertahankan patensi kateter tak menetap.
5.      Irigasi dengan asam atau larutan alkalin sesuai indikasi.
6.      Siapkan paien/Bantu untuk prosedure endoskopi.
-            Litotripsi gelombang syok ekstrakorporeal (Gelombang kejut).
1.      Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, contoh infeksi dan perdarahan. Persdarahan dapat mengindikasikan peningkatan obstruksi atau iritasi ureter. Catatan : Perdarahan sehubungan dengan ulserasi ureter jarang.
2.      Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekwensi dan urgensi meningkat bila kalkulus mendekati pertemuan uretrovesikal.
3.      Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu lewatnya batu.
4.      Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi.
5.      Retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal ) dan potensial risiko infeksi, gagal ginjal.
6.      Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.

Kolaborasi :
1.        Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal
2.        Menentukan adanya ISK, yang penyebab/gejala komplikasi.
-             
Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi.
Data Penunjang :
-            Pasien menyatakan belum memahami tentang penyakitnya.
-            Pasien bertanya-tanya tentang proses penyakit dan pengobatan.
-            Pasien kurang kooperatif dalam program pengobatan
Tujuan :
Pengetahuan pasien tentang penyakitnya meningkat
Kriteria
-            Pasien dapat menjelaskan kembali tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik.
-            Pasien tidak bertanya lagi tentang keadaan penyakit dan program pengobatannya.
-            Pasien kooperatif dalam program pengobatan.
-            Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatannya.
-            Berikan penjelasan tentang penyakit, tujuan pengobatan dan program pengobatan.
-            Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk mengekspresikan perasaannya dan mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang belum dipahami.
-            Diskusikan pentingnya banyak minum air putih 3 – 4 liter perhari selama tidak ada kontra indikasi.

-            Diskusikan tentang pentingnya diet rendah protein, rendah kalsium dan posfat.
-            Batasi aktifitas fisik yang berat.
-            Pengetahuan membantu mengembangkan kepatuhan pasien dan keluarga terhadap rencana terapeutik
-            Untuk menambah pengetahuan pasien


-            Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalah



-            Untuk menambah pengetahuan pasien bahwa cairan dapat membantu pembersihan ginjal dan dapat mengeluargan batu kecil
-            Untuk menambah pengetahuan pasien dan mencegah kekambuhan

-            Untuk mencegah kekambuhan

1 comment:

  1. Lucky 8 Casino Review 2021 | Is It Worth Trying?
    The Lucky 8 인터넷바카라 casino is owned by 메가 슬롯 the Gambling 토토 라이브스코어 Control Board and is based on the Lucky 8 slot 텐뱃 machine. The Lucky 8 slot machine offers a yesbet88 huge

    ReplyDelete

Contoh Proposal Kegiatan

PROPOSAL KEGIATAN PENYULUHAN MENCUCI TANGAN YANG BENAR   PROGRAM STUDI PROFESI...