LAPORAN
PENDAHULUAN
GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)
Di R. E RSUD Kanjuruhan
Kepanjen – Malang
![]()  | 
 
Oleh :
HANIFAN FAUZI
2014.03.036
PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN
KEPANJEN - MALANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan
pendahuluan dengan judul “GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)”
di ruang E RSUD Kanjuruhan Kepanjen - Malang, telah diperiksa dan disetujui
oleh pembimbing :
Mengetahui,
  
  | 
 |||
  
  | 
 |||
LAPORAN PENDAHULUAN
GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)
A.   
PENGERTIAN
Glomerulo Nefritis adalah
gangguan pada ginjal yang ditandai dengan peradangan pada kapiler glomerulus
yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembuangan.
(Suriadi, dkk, 2001)
Glomerulo Nefritis adalah sindrom
yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa
antigen. 
(Engran, Barbara, 1999)
Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah suatu
reaksi imunologis ginjal terhadap bakteri / virus tertentu. (Ngastiyah, 2005)
Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah istilah
yang secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana
inflamasi terjadi di glomerulus. (Brunner & Suddarth, 2001)
Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah bentuk
nefritis yang paling sering pada masa kanak-kanak dimana yang menjadi penyebab
spesifik adalah infeksi streptokokus. (Sacharin, Rosa M, 1999)
B.    
ETIOLOGI
Penyebab Glomerulo Nefritis Akut adalah:
1.       
Adanya infeksi ekstra renal terutama disaluran napas
bagian atas atau kulit oleh kuman  streptokokus
beta hemolyticus golongan A, tipe 12, 16, 25, dan 49).
2.       
Sifilis
3.       
Bakteri dan virus
4.       
Keracunan (Timah hitam, tridion)
5.       
Penyakit Amiloid
6.       
Trombosis vena renalis
7.       
Penyakit kolagen
C.   
PATOFISIOLOGI
Suatu reaksi radang pada glomerulus
dengan sebukan lekosit dan proliferasi sel, serta eksudasi eritrosit, lekosit
dan protein plasma dalam ruang Bowman.
Gangguan pada glomerulus ginjal
dipertimbangkan sebagai suatu respon imunologi yang terjadi dengan adanya
perlawanan antibodi dengan mikroorganisme yaitu streptokokus A.
Reaksi antigen dan antibodi tersebut
membentuk imun kompleks yang menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan
kerusakan dinding kapiler dan menjadikan lumen pembuluh darah menjadi mengecil
yang mana akan menurunkan filtrasi glomerulus, insuffisiensi renal dan
perubahan permeabilitas kapiler sehingga molekul yang besar seperti protein
dieskresikan dalam urine (proteinuria).
D.  MANIFESTASI
KLINIS
1.    Hematuria
(urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
2.    Proteinuria (protein
dalam urine)
3.    Oliguria
(keluaran urine berkurang)
4.    Nyeri panggul
5.    Edema, ini
cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian menyebar ke abdomen dan
ekstremitas di siang hari (edema sedang mungkin tidak terlihat oleh seorang
yang tidak mengenal anak dengan baik).
6.    Suhu badan
umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali pada hari
pertama.
7.    Hipertensi
terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan kembali normal
pada akhir minggu pertama juga. Namun jika terdapat kerusakan jaringan ginjal,
tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen
jika keadaan penyakitnya menjadi kronik.
8.    Dapat timbul
gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, dan diare.
9.    Bila terdapat
ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan kesadaran
menurun.
10.  Fatigue
(keletihan atau kelelahan)
E.  PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1.    Laju Endap
Darah (LED) meningkat
2.    Kadar Hb
menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)
3.    Nitrogen urea
darah (BUN) dan kreatinin darah meningkat bila fungsi ginjal mulai menurun.
4.    Jumlah urine
berkurang
5.    Berat jenis
meninggi
6.    Hematuria
makroskopis ditemukan pada 50 % pasien.
7.    Ditemukan pula
albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit dan hialin.
8.    Titer
antistreptolisin O (ASO) umumnya meningkat jika ditemukan infeksi tenggorok,
kecuali kalau infeksi streptokokus yang mendahului hanya mengenai kulit saja.
9.    Kultur sampel
atau asupan alat pernapasan bagian atas untuk identifikasi mikroorganisme.
10.  Biopsi ginjal
dapat diindikasikan jika dilakukan kemungkinan temuan adalah meningkatnya
jumlah sel dalam setiap glomerulus dan tonjolan subepitel yang mengandung
imunoglobulin dan komplemen.
F.   KOMPLIKASI
Komplikasi glomerulonefritis akut:
1.  Oliguri
sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria
atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi
diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
2.  Ensefalopati
hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa
gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan
karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3.  Gangguan
sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah
tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesardan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan
di miokardium.
4.  Anemia
yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoietik yang
menurun.
5.  Gagal
Ginjal Akut (GGA)
G.  PENATALAKSANAAN
1.    Keperawatan
a.     Tirah baring
diperlukan untuk anak dengan hipertensi dan edema dan terutama untuk mereka
dengan tanda ensefalopati dan kegagalan jantung. Tirah baring dianjurkan selama
fase akut sampai urin berwarna jernih dan kadar kreatinin dan tekanan darah
kembali normal. Lama tirah baring dapat ditentukan dengan mengkaji urin pasien.
Kasus ringan dengan tekanan darah normal dan sedikit edema dapat diberikan
aktivitas terbatas tetapi tidak boleh masuk sekolah karena aktivitas yang
berlebihan dapat meningkatkan proteinuria dan hematuria.
b.    Cairan. Masukan
cairan biasanya dibatasi jika keluaran urin rendah. Pada beberapa unit dibatasi
antara 900 dan 1200 ml per hari. Separuh dari masukan cairan dapat berupa susu
dan separuh lainnya air. Sari buah asli harus dihindari karena mereka
mengandung kalium yang tinggi. Ini merupakan hal yang penting keluaran
urinarius kurang dari 200 sampai 300 ml per hari karena bahaya retensi kalium.
c.     Diit
Jika terjadi
diuresis dan hipertensi telah hilang, makanan seperti roti, buah-buahan,
kentang dan sayur-sayuran dapat diberikan. Garam dibatasi (1 g/hari) hingga
hipertensi dan edema menurun. Protein dibatasi (1 g/kgBB/hari) jika nitrogen
urea darah meningkat dan sementara hematuria ditemukan. Jika hematuria
mikroskopik, masukan protein dapat dimulai kembali atau ditingkatkan.
d.    Pertimbangan
harian sebagai indikasi peningkatan atau penurunan edema.
e.     Pentatatan
tekanan darah
f.     Uji urine
harian untuk darah dan protein (kualitatif dan kuantitatif)
g.    Dukungan bagi
orang tua. Ini termasuk pengenalan kecemasan mereka dan mengurangi kecemasan
dengan memberikan informasi yang adekuat mengenai kondisi dan kemajuan yang
dialami anak. Orang tua menginginkan informasi mengenai derajat keterlibatan
ginjal dan gambaran masa depan. Bimbingan harus diberikan mengenai penyembuhan
tindak lanjut dan pencegahan infeksi streptokokus.
2.    Medis
a.     Pemberian
penisilin pada fase akut (baik secara oral atau intramuskuler). Pemberian
antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan
mengurangi menyebarnya infeksi streptokokus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama
sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena
terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis anak dapat terinfeksi lagi
dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil.
b.    Pengobatan
terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan
gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin
sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intamuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, selanjutnya pemberian resepin peroral dengan dosis rumat 0,03
mg/kgBB/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi
efek toksis.
c.     Bila anuria
berlangsung lama (5-7 hari) maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah.
Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan
sebagainya.
d.    Diuretikum dulu
tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian
furosamid (lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/hari) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
e.     Bila timbul
gagal jantung, diberikan dialisis, sedativum dan oksigen.
H.   PROGNOSIS
Glomerululonefritis
akut (GNA)
Diperkirakan
95% akan sembuh sempurna dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis (Abdul
Latiefdkk, 1985).
Glomerululonefritis
Kronis
Menurunnya
fungsi ginjal dapat berlangsung perlahan–lahan, tetapi kadang kadang dapat
berlangsung cepat dan berakhir dengan kematian akibat uremia dalam beberapa bulan.
Sering kematian terjadi dalam waktu 5–10 tahun tergantung kepada kerusakan ginjal.
I.        
EPIDEMIOLOGI
Penyakit
Glomerulonefritis akut (GNA) sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7
tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibanding anak wanita (Abdul
Latiefdkk, 1985).
J.    ASUHAN KEPERAWATAN
       1.    Pengkajian
a)        
Identitas Klien: 
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering
ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering pada pria
b)       
Riwayat penyakit
sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik
dan riwayat lupus eritematosus atau penyakit autoimun lain.
c)        
Riwayat penyakit
sekarang : Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak
sekitar mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah  dan diare. Badan panas hanya sutu hari
pertama sakit.
d)       
Pertumbuhan dan
perkembangan :
Pertumbuhan : 
BB = 9x7-5/2=29 kg [  Behrman ], menurut anak umur 9 tahun
Bbnya  adalah  BB umur 6 tahun = 20 kg ditambah 5-7 lb
pertahun = 26 -  29 kg, tinggi badan
anak  138 cm.  Nadi 80—100x/menit, dan RR 18-20x/menit,,
tekanan darah 65-108/60-68 mm Hg. Kebutuhan kalori 70-80 kal/kgBB/hari. Gigi
pemanen pertama /molar ,umur 6-7 tahun gigi susu mulai lepas, pada umur 10—11
tahun jumlah gigi permanen 10-11 buah.
Perkembangan :
Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri
X inferioritas, dapat menyelesaikan tugas menghasilkan sesuatu
e)        
Aktivitas/istirahat
-     Gejala:
kelemahan/malaise
-     Tanda:
kelemahan otot, kehilangan tonus otot
f)     Sirkulasi
-     Tanda:
hipertensi, pucat,edema
g)       
Eliminasi
-     Gejala:
perubahan pola berkemih (oliguri)
-     Tanda:  Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
h)       
Makanan/cairan
-     Gejala:
peæBB
(edema), anoreksia, mual,muntah 
-     Tanda:
penurunan haluaran urine
i)         
Pernafasan
-     Gejala:
nafas pendek
-     Tanda:
Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul) 
j)         
Nyeri/kenyamanan
-     Gejala:
nyeri pinggang, sakit kepala
-    
Tanda: perilaku
berhati-hati/distraksi, gelisah  
k)       
Pengkajian Perpola
1)   Pola
nutrisi  dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit.
Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air,
edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena
adanya depresi sistem imun. Adanya mual , muntah dan  anoreksia 
menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena
adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
2)   Pola
eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi
uri  : gangguan pada glumerulus
menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi  dan terjadi penyerapan kembali air dan
natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan
oliguria   sampai anuria  ,proteinuri, hematuria.
3)   Pola
Aktifitas dan latihan :
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot
dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu
istirahat karena adanya kelainan jantung dan 
dan tekanan darah mutlak selama 2 
minggu dan mobilisasi  duduk dimulai  bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1
minggu.  Adanya edema paru maka pada
inspeksi terlihat retraksi dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba ,
auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi
napas. Kelebihan beban sirkulasi  
dapat  menyebabkan  pemmbesaran jantung [ Dispnea, ortopnea dan
pasien terlihat lemah] , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme
pembuluh darah. Hipertensi yang  menetap
dapat  menyebabkan gagal jantung.   Hipertensi ensefalopati  merupakan gejala serebrum karena hipertensi
dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah,  dan kejang-kejang. GNA munculnya
tiba-tiba  orang tua tidak mengetahui
penyebab dan  penanganan penyakit ini.
4)   Pola  tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan
gatal karena adanya uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus
5)   Kognitif
& perseptual :
Peningkatan
ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar 
dan rasa gatal.Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi
ensefalopati hipertensi. Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan
ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang  menurun.
6)      Persepsi
diri :
Klien 
cemas  dan takut karena urinenya
berwarna merah dan edema dan  perawatan
yang  lama. Anak berharap dapat sembuh
kembali seperti semula
7)      Hubungan
peran : 
Anak  tidak
dibesuk oleh teman – temannya karena jauh 
dan lingkungan perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan
anak banyak diam.
8)      Nilai
keyakinan :
Klien berdoa memohon
kesembuhan  sebelum tidur.
Pemeriksaan penunjang :
1.    LED
tinggi  dan Hb rendah
2.    Kimia
darah:
Serum albumin turun sedikit, serum komplemen turun,
ureum dan kreatinin naik. Titer antistreptolisin umumnya naik [ kecuali infeksi
streptokok yang mendahului mengenai kulit saja ].
- Jumlah urin mengurang, BJnya rendah , albumin +, erittrosit ++, leukosit + dan terdapat silinder leukosit, Eri dan hialin.
 - Kultur darah dan tenggorokan : ditemukan kuman streptococus Beta Hemoliticus gol A
 - IVP : Test fungsi Ginjal normal pada 50 % penderita
 
6.      Biopsi
Ginjal  : secara makroskopis ginjal
tampak membesar,  pucat dan terdapat
titik-titik perdarahan pada kortek. Mikroskopis 
ttampak hammpir semua glomerulus 
terkena. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus  yang keras sehingga  lumen dan ruang simpai Bowman , Infiltrasi
sel epitelkapsul dan  sel PMN dan
monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron tampak BGM  tidak 
teratur. Terdapat gumpalan humps di sub epitel mungkin  dibentuk oleh 
globulin-gama, komplemenn dan antigen streptokokus. 
2.    Diagnosa keperawatan :
- Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan disfungsi ginjal
 - Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
 - Potensial terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
 - Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis hipertensi.
 - Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan edema.
 - Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi.
 
3.    Rencana keperawatan
1)  Intoleransi
aktifitas b.d. kekurangan protein dan ddisfungsi ginjal
Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang
dianjurkan.
| 
   
Rencana 
 | 
  
   
Rasional 
 | 
 
| 
   
1.      Pantau
  kekurangan protein yang berlebihan      
  [ proteinuri, albuminuria ] 
2.      Gunakan
  diet protein untuk mengganti protein yang hilang. 
3.      Beri
  diet tinggi protein tinggi karbohidrat. 
4.      Tirah
  baring 
5.      Berikan
  latihan selama pembatasan aktifitas 
6.      Rencana
  aktifitas denga waktu istirahat. 
7.      Rencanakan
  cara progresif untuk kembali beraktifitas 
  normal ; evaluasi tekanan darah dan haluaran protein  urin. 
 | 
  
2)  Potensial kelebihan  volume cairan b.d. retensi air dan natrium
serta disfungsi ginjal.
Tujuan : Klien tidak menunjukan
kelebihan volume  cairan 
| 
   
Rencana 
 | 
  
   
Rasional 
 | 
 
| 
   
1.      Pantau
  dan laporkan tanda dan gejala kelebihan cairan :  
2.      Ukur
  dan catat intak dan output setiap 4-8 jam 
3.      Catat  jumlah dan karakteristik urine 
4.      Ukur
  berat jenis urine tiap  jam  dan timbang BB tiap hari 
5.      Kolaborasi
  dengan gizi dalam pembatasan diet natrium dan protein 
6.      Berikan
  es batu  untuk mengontrol rasa haus dan
  maasukan dalam perhitungan intak 
7.      Pantau
  elektrolit  tubuh  dan observasi adanya tanda kekurangan
  elektrolit tubuh  
·     
  Hipokalemia : kram
  abd,letargi,aritmia 
·     
  Hiperkalemia : kram
  otot, kelemahan 
·     
  Hipokalsemia : peka
  rangsang pada neuromuskuler 
·     
  Hiperfosfatemia:
  hiperefleksi,parestesia, kram otot, gatal, kejang 
·     
  Uremia : kacau
  mental, letargi,gelisah 
8.      Kaji
  efektifitas pemberian elektrolit parenteral dan oral 
 | 
  
   
1,2.Memonitor
  kelebihan cairan sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan 
3,4.Jumlah
  , karakteristik  urin  dan BB dapat menunjukan adanya ketidak
  seimbangan cairan. 
5.Natrium
  dan protein meningkatkan osmolaritas sehingga tidak terjadi retriksi cairan. 
6. Rangsangan dingin ddapat merangsang
  pusat haus 
7.  Memoonitor
  adanya ketidak seimbangan elektrolit dan menentukan tindakan penanganan yang
  tepat. 
8.Pemberian
  elektrolit yang tepat mencegah ketidak seimbangan elektrolit. 
 | 
 
3)    Potensial
terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
Tujuan : Klien tidak mengalami
infeksi setelah diberikan asuhan keperawatan.
| 
   
Rencana 
 | 
  
   
Rasional 
 | 
 
| 
   
1.Kaji
  efektifitas pemberian imunosupresan 
2.Pantau
  leukosit  
3.Pantau
  suhu tiap 4 jam 
4.Perhatikan
  karakteristik  urine, kolaborasi jikka
  keruh dan berbau 
5.Hindari
  pemakaian alat/kateter pada saluran uriine 
6.Pantau
  tanda dan gejala ISK dan lakukan tindakan pencegahan  ISK. 
7.Gunakan
  dan anjurkan tehnik cuci tangan yang baik. 
8.Anjurkan
  pada klien untuk menghindari orang terinfeksi 
9.Lakukan
  pencegahan kerusakan integritas kulit 
10.
  Anjurlkan pasien ambulasi dini. 
 | 
  
   
1.Imunosupresan berfunsi menekan
  sisteem imun bila pemberiannya tidak ekeftif maka tubbuh akan sangat rentan
  terhadap infeksi 
2.Indikator adanya infeksi 
3.Memonitor suhu &
  mengantipasi infeksi 
2.Urine
  keruh mmenunjukan adanya infeksi saluran kemiih 
3.Kateter
  dapat menjadi media masuknya kuman ke saluran kemih 
4.Memonitor
  adanya infeksi sehingga dapat dilakukan tindakan dengan cepat 
5.Tehnik
  cuci tangan yang baik dapat memutus rantai penularan. 
6.Sistim
  imun yang terganggu memudahkan untu terinfeksi. 
7.Kerusakan
  integritas kulit merupakan hilangnya barrier pertama tubuh 
 | 
 
4)    Potensial
gangguan perfusi jaringan: 
serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis hipertensi.
Tujuan : Klien tidak mengalami
perubahan  perfusi jaringan.
| 
   
Rencana 
 | 
  
   
Rasional 
 | 
 
| 
   
1.      Pantau  tanda dan gejala krisis hipertensi [
  Hipertensi, takikardi, bradikardi, kacau mental, penurunan tingkat kesadaran,
  sakit kepala, tinitus, mual, muntuh, kejang dan disritmia]. 
2.       Pantau tekanan darah tiap jam dan kolaborasi
  bila ada peningkatan TD sistole >160 dan diastole > 90 mm Hg 
3.      Kaji  keefektifan obat anti hipertensi 
4.      Pertahankan
  TT dalam posisi rendah  
 | 
  
   
1.        
  Krisis hipertensi
  menyebabkan suplay darah ke organ tubuh berkurang. 
2.        
  Tekanan darah  yang tinggi menyebabkan suplay darah
  berkurang. 
3.        
  Efektifitas obat anti
  hipertensi penting untuk menjaga adekuatnya perfusi jarringan. 
4.        
  Posisi tidur yang
  rendah menjaga suplay darah yang cukup ke daerah cerebral  
 | 
 
5)      Perubahan
integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler  dan edema.
Tujuan
:  Klien tidak menunjukan adanya
perubahan integritas kulit selama menjalani perawatan.
| 
   
Rencana 
 | 
  
   
Rasional 
 | 
 
| 
   
1.      Kaji
  kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor dan suhu. 
2.      Jaga
  kulit tetap kering dan bersih 
3.      Bersihkan
  & keringkan daerah perineal setelah defikasi 
4.      Rawat
  kulit dengan menggunakan lotion untuk mencegah kekeringan untuk daerah
  pruritus. 
5.      Hindari
  penggunaan sabun yang keras dan kasar pada kulit klien 
6.      Instruksikan
  klien untuk   tidak menggaruk  daerah pruritus. 
7.      Anjurkan
  ambulasi semampu klien. 
8.      Bantu
  klien untuk mengubah posisi setiap 2 jam jika klien tirah baring. 
9.      Pertahankan
  linen bebas lipatan 
10.  Beri
  pelindung pada tumit dan siku. 
11.  Lepaskan
  pakaian, perhiasan yang dapat menyebabkan sirkulasi terhambat. 
12.  Tangani
  area edema dengan hati -hati. 
13.  Berikan
  suntikan dengan hati-hati . 
14.  Perttahankan
  nutrisi adekuat. 
 | 
  
   
1.   Mengantisipasi
  adanya kerusakan kulit sehingga dapat diberikan penangan dini. 
2,3. Kulit yang
  kering dan bersih tidak mudah terjadi iritasi dan mengurangi media
  pertumbuhan kuman. 
4. Lotion dapat
  melenturkan kulit sehingga tidak mudah pecah/rusak. 
5.Sabun yang
  keras  dapat menimbulkan kekeringan
  kulit dan sabun yang kasar dapat menggores kulit. 
7.   Menggaruk
  menimbulkan kerusakan kulit. 
7,8.Ambulasi dan
  perubahan posisi meningkatkan sirkulasi dan mencegah penekanan pada satu
  sisi. 
8.        
  Lipatan menimbulkan
  ttekanan pada kulit.  
9.        
  Sirkulasi yang
  terhambat memudahkan terjadinya kerusakan kulit.. 
10.     Elastisitas
  kulit daerah edema sangat kurang sehingga mudah rusak 
14.  Nutrisi yang adekuat meningkatkan
  pertahanan kulit  
 | 
 
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L.
2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Harnowo, Sapto.
2001. Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta: Widya
Medika.
Jhonson,
Marion, dkk. 2000. NOC. St. Louis Missouri: Mosby INC.
Mansjoer, Arif
M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Mc. Closkey,
cjuane, dkk. 1996. NIC. St.Louis missouri: Mosby INC.
Ngastiyah.
2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Sacharin, Rosa
M. 1999. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: ECG.
Santosa Budi.
2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.
Suriadi, dkk.
2001. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: PT. Fajar Luterpratama. Http://www.google.com. (Glomerulo Nefritis Akut)

No comments:
Post a Comment