Thursday, December 26, 2013

LAPORAN PENDAHULUAN KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL




I.        Kasus (Masalah Utama)
Kerusakan komunikasi verbal

II.     Proses Terjadinya Masalah
A.     Pengertian
Kerusakan komunikasi verbal merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan, keterlambatan atau ketidakmampuan dalam menerima atau memproses komunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain

B.        Rentang  Respons

RESPONS ADAPTIF                                                             RESPONS  MALADAPTIF


 



      Koheran                                 Tangensial                              Flight of idea
      Inkoheran                               Asosiasi longgar                      Blocking
      Sirkumtansial                                                                        Irelevan

C.     Faktor Predisposisi
1.      Biologis
·        Hambatan perkembangan otak, khususnya frontal, temporal, limbik, sehingga mengakibatkan gangguan dalam belajar, bicara, daya ingat. Selain itu mengakibatkan seseorang menarik diri dari lingkungan atau timbul resiko perilaku kekerasan.
·        Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal, neonatus, dan anak-anak.
2.      Psikologis
·        Penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien.
·        Pola asuh yang tidak adekuat.
·        Konflik dan kekerasan dalam keluarga.
3.      Sosial Budaya
·        Kemiskinan.
·        Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan)
·        Kehidupan terisolasi dan stressor.
D.     Faktor Presipitasi
Umumnya sebelum timbul gejala, klien mengalami konflik dengan orang di sekitarnya. Selain itu ada juga tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai perasaan tidak berguna, putus asa, dan merasa tidak berdaya.
E.      Mekanisme koping
Cara individu menghadapi secara emosional respon kognitif yang maladaptif dipengaruhi oleh perjalanan masa lalunya. Seseorang yang telah mengembangkan mekanisme koping yang efektif pada masa lalu akan lebih mampu dalam mengatasi serangan masalah kognitif.
Mekanisme pertahanan ego yang mungkin teramati pada pasien gangguan kognitif (perubahan proses pikir) :
-         regresi
-         denial
-         kompensasi
F.      Tanda dan gejala

1. Tidak mampu berbicara dengan bahasa yang dominan
2. Tidak mau bicara
3. Menolak untuk bicara
4. Kesulitan dalam mengungkapkan maksud atau mengekspresikan secara verbal (aphasia, dysphasia, apraxia, dyslexia)
5. Kesulitan dalam membuat kata-kata atau kalimat (aphonia, dyslalia, dysarthria)
6. Berbicara tidak sesuai (inkoheren, asosiasi longgar, flight of idea)
7. Tidak ada kontak mata
8. Disorientasi tempat, waktu dan orang
9. Kesulitan dalam menggali dan memahami pola komunikasi yang biasanya
10. Menggunakan kata-kata yang tidak berhubungan atau tidak berarti
11. Pengulangan kata-kata yang didengar
12. Tidak mampu atau kesulitan dalam menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
13. Ungkapan verbal (verbalisasi) yang tidak tepat
14. Defisit visual sebagian atau total
15. Bicara atau verbalisasi yang sukar
16. Bicara gagap
17. Sengaja menolak berbicara

III.   A. Pohon Masalah









 





Perubahan proses pikir
 

 
                                                        



 
 


      B. Data yang perlu dikaji
1. Perilaku klien
2. Ekspresi wajah klien saat diajak bicara.
3. Respon verbal klien.
4. Perawatan diri klien.
5. Kepribadian klien.
6. Aktivitas klien
7. Intake nutrisi dan cairan sehari-hari.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan  komunikasi verbal berhubungan dengan kekacauan pikiran.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah.

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Kerusakan  komunikasi verbal berhubungan dengan kekacauan pikiran.
      Tujuan :
      Klien mau dan mampu berkomunikasi dengan verbal yang baik dengan perawat, keluarga, dan orang lain.
      Kriteria Standart :
A.     Klien dapat berkomunikasi yang dapat dipahami oleh keluarga dan orang lain.
B.     Respon non verbal klien sesuai dengan respon verbal klien
Intervensi :
1.    Gunakan teknik validasi dan klarifikasi untuk memahami komunikasi klien.
2.    Jelaskan pada klien tentang cara berkomunikasi dan pengungkapan bahasa dalam berhubungan.
3.    Jika klien terus menolak bicara, gunakan teknik pengungkapan secara tidak langsung (berbagi presepsi).

DAFTAR PUSTAKA
·               Stuart, G. W., dan Sundeen, S. J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
·               Townsend, M.C., 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri : Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC


LAPORAN PENDAHULUAN (Perilaku Kekerasan)



A.     Masalah Utama:
      Perilaku kekerasan/amuk.

B.     Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)

C.     Proses Terjadinya Masalah
1.         Pengertian
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.
Gejala klinis
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan melalui pengkajian meliputi :
a.         Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang diserasakan oleh klien.
b.        Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami oleh individu :
a.    Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b.    Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan
c.    Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah  perilaku kekerasan diterima
d.    Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiser
Faktor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik).
( Budiana Keliat, 2004)

2.         Penyebab
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Gejala Klinis
§   Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
§   Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
§   Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
§   Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
§   Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budiana Keliat, 1999)

3.         Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.




D.    Pohon Masalah

                    Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk
 
             

                                          Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
( Budiana Keliat, 1999)

2.      Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a.    Masalah keperawatan:
1).    Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2).    Perilaku kekerasan / amuk
3).    Gangguan harga diri : harga diri rendah
b.    Data yang perlu dikaji:
1.         Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1).    Data Subyektif :
§  Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
§  Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika    sedang kesal atau marah.
§  Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2).      Data Objektif :
§  Mata merah, wajah agak merah.
§  Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
§  Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
§  Merusak dan melempar barang‑barang.
2.         Perilaku kekerasan / amuk
1).      Data Subyektif :
§  Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
§  Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika    sedang kesal atau marah.
§  Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2).      Data Obyektif
§  Mata merah, wajah agak merah.
§  Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
§  Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
§  Merusak dan melempar barang‑barang.
3.         Gangguan harga diri : harga diri rendah
1).      Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2).      Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

D.    Diagnosa Keperawatan
a.       Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/amuk.
b.      Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.

E.     Rencana Tindakan
a.       Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen kekerasan
b.      Tujuan Khusus:
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1.      Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2.      Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3.      Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2.      Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1.      Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2.      Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
2.3.      Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
3.      Klien dapat mengidentifikasi tanda‑tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
3.1.      Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
3.2.      Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3.      Simpulkan bersama klien tanda‑tanda jengkel/kesal yang dialami klien.

4.      Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
4.1.      Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2.      Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.3.      Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"

5.      Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1.      Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2.      Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3.      Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6.      Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.
Tindakan :
6.1.      Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2.      Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.
6.3.      Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung.
6.4.      Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

7.      Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1.      Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2.      Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3.      Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4.      Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5.      Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah.
8.      Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
8.1.      Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit pertemuan keluarga.
8.2.      Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9.      Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1.      Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
9.2.      Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.3.      Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.





















DAFTAR PUSTAKA

1.     Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995
2.     Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3.       Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4.       Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
5.       Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000


Contoh Proposal Kegiatan

PROPOSAL KEGIATAN PENYULUHAN MENCUCI TANGAN YANG BENAR   PROGRAM STUDI PROFESI...