Friday, March 25, 2016

STEMI dan PCI (PERCUTANEUS CORONARY INTERVENTION)



LAPORAN PENDAHULUAN dan ASUHAN KEPERAWATAN
STEMI dan PCI (PERCUTANEUS CORONARY INTERVENTION)
Di R. 5 CVCU RSUD dr. Saiful Anwar Malang




LOGO STIKES KEPANJEN.jpg
 









Oleh    :
HANIFAN FAUZI
2014.03.036


PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KEPANJEN - MALANG
2014

LEMBAR PENGESAHAN


Laporan pendahuluan dengan judul “STEMI dan PCI (PERCUTANEUS CORONARY INTERVENTION)” di ruang 5 RSUD dr. Saiful Anwar Malang, telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing :




Mengetahui,











Pembimbing Institusi




(                                              )
 


Pembimbing Lahan




(                                              )
 

 








Pengertian
ST Elevasi miokard infark adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degenerative maupun di pengaruhi oleh banyak factor dengan ditandai keluhan nyeri dada,peningkatan enzim jantung dan st elevasi  peda pemeriksaan EKG.STEMI adalah cermin dari pembulu darah koroner tertentu yg tersumbat total sehingga sehingga aliran darahnya benar benar terhenti ,otot jantung yg dipengaruhi tidak dapat nutrisi oksigen dan mati.                                   
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun  laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Sudoyo, 2006).
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya (Sudoyo, 2006).

Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti : Merokok, hipertensi, akumulasi lipid.

Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya  pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

Manifestasi Klinis
 Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung dibedakan apakah nyerinnya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes militus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.
1.    Nyeri Dada
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
a)      Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.
b)      Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir.
c)      Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan.
d)     Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
e)      Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
f)       Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas.

Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembnag ataupun konsesus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi perfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guidelie) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang kardiologi Intervensi).
1.    Tatalaksana Awal
2.    Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar  kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
a)    Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
b)    Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi.
c)    Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
d)   Melakukan terapi perfusi.
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa di tanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedic di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi. Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.
Panel A: Pasien dibawa oleh EMS setelah memanggil 9-1-1: Reperfusi pada pasien STEMI dapat dilakukan dengan terapi farmakologis (fibrinolisis) atau pendekatan kateter (PCI primer). Implementasi strategi ini bervariasi tergantung cara transportasi pasien dan kemampuan penerimaan rumah sakit. Sasaran adalah waktu iskemia total 120 menit. Waktu transport ke rumah sakit bervariasi dari kasus ke kasus lainnya, tetapi sasaran waktu iskemik total adalah 120 menit. Terdapat 3 kemungkinan:
a)      Jika EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien memennuhi syarat tetapi, fibrinolisis pra rumah sakit dapat dimulai dalam  30 menit sejak EMS tiba.
b)      Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit yang tak tersedia sarana PCI, hospital door-needle time harus dalam 30 menit untuk pasien yang mempunyai indikasi fibrinolitik.
c)      Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit dengan sarana PCI, hospital-door-to-balloon time harus dalam waktu 90 menit.
  1. Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup: mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
  1. Tatalaksana Umum
·         Oksigen
            Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
·         Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
·         Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
·         Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mgIV.
·         Aspirin
Aspirinmerupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg...
1.      Risiko STEMI
Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai risiko mortalitas pada pasien STEMI. JIka estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada pasien renjatan kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik.
2.      Risiko Perdarahan
Penilaian terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika terapii reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan mafaat dan risiko.
Langkah-langkah Penilaian dalam Memilih Terapi Reperfusi pada Pasien STEMI:
Langkah 1: Nilai waktu dan risiko
a)    Waktu sejak onset gejala
b)   Risiko STEMI
c)    Risiko fibrinolisis
d)   Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI yang mampu
Langkah 2: Tentukan apakah firinolisis atau strategi invasif lebih disukai. Jika presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi invasive, tidak ada preferensi untuk strategi lain. 



                            
























KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1.      Aktifitas
a.       Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, Jadwal olah raga tidak teratur
b.      Tanda : Takikardi, Dispnea pada istirahat atau aaktifitas.
2.      Sirkulasi
a.       Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
b.      Tanda : Tekanan darah, Dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
3.      Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
4.      Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
5.      Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung, Friksi ; dicurigai Perikarditis, Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
6.      Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
7.      Integritas ego
a.       Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
b.      Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.
8.      Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
9.      Makanan atau cairan
a.       Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
b.      Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
10.     Higiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
11.     Neurosensori
a.       Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
b.      Tanda : perubahan mental, kelemaha
12.     Nyeri atau ketidaknyamanan
a.       Gejala : Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
b.      Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c.       Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
d.      Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia
13.     Pernafasan:
a.       Gejala : dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat dispnea nokturnal, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
b.      Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan nafas sesak / kuat, pucat, sianosis, bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
14.     Interaksi sosial
a.       Gejala : Stress, Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS
b.      Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang, Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut), Menarik diri







Diagnosa dan Intervensi
  1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.
Kriteria hasil: Mengidentifikasi metode yang dapat menghilangkan nyeri,melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Kolaboratif
Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
  1. Agen non steroid, mis: indometasin(indocin);, ASA(aspirin)
  2. Antipiretik mis: ASA/asetaminofen (tylenol)
  3. Steroid
  4. Oksigen 3-4 liter/menit


  1. Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respon inflamasi.
  2. Untuk menurunkan demam dan meningkatkan kenyamanan.
  3. Diberikan untuk gejala yang lebih berat.
  4. Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan beban kerja jantung dan menurunkan ketidaknyamanan karena iskemia.
Mandiri                     
  1. Selidiki keluhan nyeri dada, memperhatikan awitan, faktor pemberat atau penurun


  1. Mengetahui lokasi dan derajat nyeri. Pada iskemia miokardium nyeri dapat memburuk dengan inspirasi dalam, gerakan atau berbaring dan hilang dengan duduk tegak atau membungkuk.
  2. Memberikan lingkungan yang tenang dan tidakan kenyamanan. Mislanya merubah posisi, menggunakan kompres hangat, dan menggosok punggung.Tindakan ini dapat meningkatkan kenyamanan fisik dan emosional pasien.




2. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan konstriksi fungsi ventrikel, degenerasi otot jantung.
Kriteria hasil: Menurunkan episode dispnea, angina dan disritmia. Mengidentifikassi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Mandiri
  1. Pantau irama dan frekuensi jantung




2.      Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan jarak / tonus jantung, murmur, gallop S3 dan S4.
3.      Dorong tirah baring dalam posisi semi fowler
  1. Berikan tindakan kenyamanan misalnya perubahan posisi dan gosokan punggung, dan aktivitas hiburan dalam toleransi jantung
  2. Dorong penggunaan teknik menejemen stress misalnya latihan pernapasan dan bimbingan imajinasi
  3. Evaluasi keluhan lelah, dispnea, palpitasi, nyeri dada kontinyu. Perhatikan adanya bunyi napas adventisius, demam

  1. Takikardia dan disritmia dapat terjadi saat jantung berupaya untuk meningkatkan curahnya berespon terhadap demam. Hipoksia, dan asidosis karena iskemia.
  2. Memberikan deteksi dini dari terjadinya komplikasi misalnya GJK, tamponade jantung.
  3. Menurunkan beban kerja jantung, memaksimalkan curah jantung
  4. Meningkatkan relaksasi dan mengarahkan kembali perhatian


5.      Perilaku ini dapat mengontrol ansietas, meningkatkan relaksasi dan menurunkan kerja jantung
6.      Manifestasi klinis dari GJK yang dapat menyertai endokarditis atau miokarditis
Kolaboratif
  1. Berikan oksigen komplemen




2.      Berikan obat – obatan sesuai dengan indikasi misalnya digitalis, diuretik


3.      Antibiotic/ anti microbial IV




4.      Bantu dalam periokardiosintesis darurat

5.      Siapkan pasien untuk pembedahan bila diindikasikan

  1. Meningkatkan keseterdian oksigen untuk fungsi miokard dan menurunkan efek metabolism anaerob,yang terjadi sebagai akibat dari hipoksia dan asidosis.
  2. Dapat diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas miokard dan menurunkan beban kerja jantung pada adanya GJK ( miocarditis)
  3. Diberikan untuk mengatasi pathogen yang teridentifikasi, mencegah kerusakan jantung lebih lanjut.
  4. prosedur dapat dilakuan di tempat tidur untuk menurunkan tekanan cairan di sekitar jantung.
  5. Penggantian katup mungkin diperlukan untuk memperbaiki curah jantung

3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya suplai oksegen ke otot.
Kriteria hasil: mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi jaringan adekuat secara individual misalnya mental normal, tanda vital stabil, kulit hangat dan kering, nadi perifer`ada atau kuat, masukan/ haluaran seimbang.
Intervensi:
Intervensi
Rasional
Mandiri
  1. Evaluasi status mental. Perhatikikan terjadinya hemiparalisis, afasia, kejang, muntah, peningkatan TD.
  2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang disertai dengan takipnea, nyeri pleuritik, sianosis, pucat

3.      Tingkatkan tirah baring dengan tepat




4.      Dorong latihan aktif/ bantu dengan rentang gerak sesuai toleransi.

1.  Indicator yang menunjukkan embolisasi sistemik pada otak.

2.  Emboli arteri, mempengaruhi jantung dan / atau organ vital lain, dapat terjadi sebagai akibat dari penyakit katup, dan/ atau disritmia kronis
3.  Dapat mencegah pembentukan atau migrasi emboli pada pasien endokarditis. Tirah baring lama, membawa resikonya sendiri tentang terjadinya fenomena tromboembolic.

4.  Meningkatkan sirkulasi perifer dan aliran balik vena karenanya menurunkan resiko pembentukan thrombus.
Kolaborasi
Berikan antikoagulan, contoh heparin, warfarin (coumadin)
Heparin dapat digunakan secara profilaksis bila pasien memerlukan tirah baring lama, mengalami sepsis atau GJK, dan/atau sebelum/sesudah bedah penggantian katup.
Catatan : Heparin kontraindikasi pada perikarditis dan tamponade jantung. Coumadin adalah obat pilihan untuk terapi setelah penggantian katup jangka panjang, atau adanya thrombus perifer.

4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi jaringan
Kriteria Hasil: mempertahankan pola nafas efektif bebas sianosis, dan tanda lain dari hipoksia.
Intervensi:
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1.      Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Contoh adanya dispnea, penggunaan otot bantu nafas, pelebaran nasal.

2.      Lihat kulit dan membran mukosa untuk adanya sianosis.

3.      Tinggikan kepala tempat tidur letakkan pada posisi duduk tinggi atau semifowler.


  1. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi, hipoksia atau diatensi gaster.
  2. Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga menunjukkan kondisi hipoksia atau komplikasi paru
  3. Merangsang fungsi pernafasan/ekspansi paru. Efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru.

Kolaborasi:
Berikan tambahan oksigen dengan kanul atau masker, sesuai indikasi

Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi khususnya pada adanya gangguan ventilasi

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot miokard, penurunan curah jantung
Kriteria hasil: menunjukkan toleransi aktivitas, menunjukkan pemahaman tentang pembatasan terapeutik yang diperlukan.
Intervensi:
Intervensi
Rasional
Mandiri
  1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas. Perhatikan adanya dan perubahan dalam keluhan kelemahan, keletihan, dan dispnea berkenaan dengan aktivitas






2.      Pantau frekuensi dan irama jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan sebelum dan sesudah aktivitas dan selam di perluka
  1. Mempertahankan tirah baring selama periode demam dan sesuai indikasi.
4.      Membantu klien dalam latihan progresif bertahap sesegera mungkin untuk turun dari tempat tidur, mencatat respon tanda vital dan toleransi pasien pada peningkatan aktivitas
  1. Evaluasi respon emosional

  1. Miokarditis menyebabkan inflamasi dan kemungkinan kerusakan sel-sel miokardial, sebagai akibat GJK. Penurunan pengisian dan curah jantung dapat menyebabkan pengumpulan cairan dalam kantung perikardial bila ada perikarditis. Akhirnya endikarditis dapat terjadi dengan disfungsi katup, secara negatif mempengaruhi curah jantung
  2. Membantu derajad dekompensasi jantung and pulmonal penurunan TD, takikardia, disritmia, takipnea adalah indikasi intoleransi jantung terhadap aktivitas.
  3. Demam meningkatkan kebutuhan dan konsumsi oksigen, karenanya meningkatkan beban kerja jantung, dan menurunkan toleransi aktivitas
  4. Pada saat terjadi inflamasi klien mungkin dapat melakukan aktivitas yang diinginkan, kecuali kerusakan miokard permanen.
  5. Ansietas akan terjadi karena proses inflamasi dan nyeri yang di timbulkan. Dikungan diperlukan untuk mengatasi frustasi terhadap hospitalisasi.

Kolaborasi
Berikan oksigen suplemen

Peningkatan ketersediaan oksigen mengimbangi peningkatan konsumsi oksigen yang terjadi dengan aktivitas.

Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1.    Nyeri hilang atau terkontrol
2.    Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3.    Suplai oksigen adekuat.
4.    Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
5.    Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.













PCI ( PERCUTANEUS CORONARY INTERVENTION )
A.  PENGERTIAN
Intervensi Koroner Perkutan (PCI), umumnya dikenal sebagai angioplasti koroner atau hanya angioplasti, adalah salah satu prosedur terapi digunakan untuk mengobati pulmonalis (menyempit) arteri koroner dari jantung ditemukan pada penyakit jantung koroner. Segmen pulmonalis disebabkan oleh penumpukan kolesterol sarat plak-yang terbentuk karena aterosklerosis. PCI biasanya dilakukan oleh ahli jantung intervensi.
Istilah angioplasty balon biasa digunakan untuk menggambarkan intervensi koroner perkutan, yang menggambarkan inflasi balon dalam arteri koroner untuk menghancurkan plak ke dalam dinding arteri. Sementara angioplasty balon masih dilakukan sebagai bagian dari hampir semua intervensi koroner perkutan, jarang hanya menjadi satu satunya prosedur yang dilakukan.
askep PTCA/PCI, asuhan keperawatan PTCA/PCI'Sehat Kita Semua
Prosedur lain yang dilakukan selama intervensi koroner perkutan meliputi:
·                     Implantasi stent
·                     Rotasi atau laser atherectomy
·                     Brachytherapy (Penggunaan sumber radioaktif untuk menghambat restenosis .)
Kadang-kadang tabung mesh kecil, atau " stent ", dimasukan ke dalam pembuluh darah atau arteri untuk menopang, pada metode perkutan. Angioplasty dengan stenting adalah alternatif untuk operasi jantung untuk beberapa bentuk penyakit arteri koroner non berat. Hal ini konsisten telah terbukti mengurangi gejala akibat penyakit arteri koroner dan untuk mengurangi iskemia jantung, namun belum berdampak dalam jumlah besar percobaan untuk mengurangi angka kematian akibat penyakit arteri koroner, kecuali pada pasien yang sedang dirawat karena serangan jantung akut (juga disebut angioplasti primer). Dalam kasus akut, pasti ada pengurangan kecil dari kematian dengan bentuk pengobatan dibandingkan dengan terapi medis, yang biasanya terdiri dari terapi trombolitik ("clot busting").
Intervensi koroner perkutan, dengan menggunakan balon, stent, dan / atau atherectomy dapat mencapai bantuan yang efektif dari obstruksi arteri koroner pada 90% sampai 95% dari pasien. Dalam persentase yang sangat kecil, intervensi koroner perkutan tidak dapat dilakukan karena kesulitan teknis. Kesulitan-kesulitan ini biasanya melibatkan ketidakmampuan untuk lulus kawat panduan atau kateter balon di segmen arteri menyempit. Yang serius komplikasi sebagian besar hasil intervensi koroner perkutan bila ada penutupan tiba-tiba dari arteri koroner membesar dalam beberapa jam pertama setelah prosedur. penutupan arteri koroner tiba-tiba terjadi pada 5% pasien setelah angioplasti balon sederhana, dan bertanggung jawab untuk sebagian besar komplikasi serius yang berkaitan dengan intervensi koroner perkutan. penutupan tiba-tiba ini disebabkan oleh kombinasi robek (diseksi) dari lapisan dalam arteri, pembekuan darah (trombosis) di lokasi balon, dan penyempitan (kejang) atau mundur elastis dari arteri di situs balon.
Untuk membantu mencegah proses trombosis selama atau setelah intervensi koroner perkutan, aspirin diberikan untuk mencegah trombosit dari mengikuti dinding arteri dan merangsang pembentukan bekuan darah . Heparin intravena atau analog sintetis dari bagian molekul heparin diberikan untuk lebih mencegah penggumpalan darah, dan kombinasi dari nitrat dan penghambat kalsium digunakan untuk meminimalkan kejang kapal. Individu yang beresiko untuk terjadi oklusi tiba-tiba meliputi:
·                     Perempuan,
·                     Individu dengan angina tidak stabil
·                     Individu yang memiliki serangan jantung.
Insiden oklusi mendadak setelah intervensi koroner perkutan telah menurun secara dramatis dengan diperkenalkannya stent koroner, yang pada dasarnya menghilangkan masalah aliran-membatasi pembedahan arteri, recoil elastis, dan kejang. Penggunaan baru infus "aspirin super", yang mengubah fungsi trombosit pada situs yang berbeda dari situs aspirin-penghambatan, telah secara dramatis mengurangi insiden trombosis setelah angioplasti balon dan stenting. Contoh dari agen-agen baru termasuk abciximab (ReoPro) dan eptifibatide (Integrilin); agen ini merupakan kemajuan besar dalam meningkatkan keamanan dan kemanjuran intervensi koroner perkutan pada pasien tertentu.
Ketika prosedur ini arteri koroner tidak dapat "tetap terbuka" selama intervensi koroner perkutan, bedah CABG darurat mungkin diperlukan. Sebelum adanya stent dan strategi anti-trombotik maju, CABG darurat setelah intervensi koroner perkutan gagal dibutuhkan di sebanyak 5% pasien. Di era saat ini, kebutuhan untuk CABG muncul berikut intervensi koroner perkutan kurang dari 1% sampai 2%;. Angka kematian keseluruhan Resiko intervensi koroner perkutan berikut kurang dari satu persen risiko serangan jantung setelah intervensi koroner perkutan resiko kematian hanya sekitar 1% sampai 2%. Tingkat risiko tergantung pada jumlah kapal yang sakit diobati, fungsi dari otot jantung, dan usia dan kondisi klinis pasien.
Intervensi koroner perkutan dapat menghasilkan hasil yang sangat baik pada pasien yang dipilih dengan cermat yang mungkin memiliki satu atau lebih segmen arteri menyempit parah yang cocok untuk dilatasi balon, stenting, atau atherectomy. Selama intervensi koroner perkutan, bius lokal disuntikkan ke dalam kulit di atas arteri di paha atau lengan. Arteri ini adalah menusuk dengan jarum dan selubung plastik dimasukkan ke arteri. Di bawah bimbingan X-ray (fluoroscopy), tipis, tabung plastik yang panjang, yang disebut kateter membimbing, maju melalui selubung dengan asal dari arteri koroner aorta. Sebuah pewarna kontras yang mengandung yodium disuntikkan melalui kateter pemandu sehingga sinar-X gambar arteri koroner dapat diperoleh. Sebuah kawat panduan kecil diameter (0,014 inci) Thread melalui penyempitan atau penyumbatan arteri koroner. Sebuah kateter balon kemudian maju diatas kawat pemandu ke lokasi obstruksi. balon ini kemudian meningkat selama sekitar satu menit, mengompresi plak dan memperbesar pembukaan arteri koroner. Balon tekanan inflasi dapat bervariasi mulai dari kecil sebagai satu atau dua atmosfer tekanan, untuk sebanyak 20 atmosfer. Akhirnya, balon yang kempes dan dikeluarkan dari tubuh.
Stent Intracoronary dikerahkan baik dengan cara-memperluas diri, atau paling sering mereka dikirim lebih dari satu balon angioplasty konvensional. Ketika balon mengembang, stent diperluas dan disebarkan, dan balon akan dihapus. perangkat Atherectomy dimasukkan ke dalam arteri koroner melalui kawat panduan standar angioplasty, dan kemudian diaktifkan dalam mode yang berbeda-beda, tergantung pada perangkat yang dipilih.
CABG operasi dilakukan untuk meringankan angina dalam mereka yang sakit tidak respon terhadap obat-obatan dan tidak dapat dilakukan untuk angioplasti balon. CABG ini sebaiknya dilakukan pada pasien dengan penyumbatan beberapa di beberapa lokasi, atau ketika penyumbatan berlokasi di segmen arteri tertentu yang tidak cocok untuk intervensi koroner perkutan. CABG sering juga digunakan pada pasien yang telah gagal untuk mencapai sukses jangka panjang berikut satu atau lebih intervensi koroner perkutan prosedur. CABG pembedahan telah menunjukkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang pada orang dengan penyempitan yang signifikan dari arteri koroner utama kiri, dan pada mereka dengan penyempitan yang signifikan dalam beberapa arteri, terutama dalam kasus-kasus pompa penurunan fungsi otot jantung.

Teknik
Prosedur angioplasti biasanya terdiri dari sebagian besar langkah-langkah berikut dan dilakukan oleh dokter, asisten dokter , perawat , teknologi radiologi dan spesialis jantung invasif; semua yang memiliki dan khusus pelatihan ekstensif dalam jenis prosedur.
1.   Akses ke arteri femoralis di kaki (atau, kurang umum, ke dalam arteri radialis atau arteri brakialis di lengan) yang dibuat oleh perangkat yang disebut sebagai "jarum Introducer". Prosedur ini sering disebut perkutan akses.
2.   Setelah akses ke arteri diperoleh, sebuah "Introducer selubung" ditempatkan dalam membuka untuk menjaga pendarahan arteri terbuka terkontrol.
3.   Melalui selubung ini, yang panjang, fleksibel, tabung plastik lunak disebut "kateter pembimbing" didorong. Ujung kateter pembimbing ditempatkan di mulut arteri koroner. Kateter pemandu juga memungkinkan untuk zat warna radiopak (biasanya yodium based) akan disuntikkan ke arteri koroner, sehingga lokasi penyakit dengan mudah dinilai dengan menggunakan real time x-ray visualisasi.
4.   Selama X-ray visualisasi , ahli jantung memperkirakan ukuran arteri koroner dan memilih jenis kateter balon dan kawat pemandu koroner yang akan digunakan selama tindakan. Heparin (suatu "darah tipis" atau obat yang digunakan untuk mencegah pembentukan bekuan ) diberikan untuk mempertahankan aliran darah.
5.   Kawat pemandu koroner, yang merupakan kawat sangat tipis dengan ujung yang fleksibel radio-buram, dimasukkan melalui kateter pembimbing ke arteri koroner. Sementara visualisasi lagi dengan real-time x-ray imaging, kabel memandu dokter jantung melalui arteri koroner ke lokasi stenosis atau penyumbatan. Mengontrol pergerakan dan arah kawat panduan dengan lembut memanipulasi yang akhirnya berada di luar pasien memutar melalui kawat pemandu tersebut.
6.   Sementara kawat pemandu ada di tempat, sekarang bertindak sebagai jalan menuju stenosis. Ujung kateter balon angioplasti kosong dan kemudian dimasukkan di belakang kawat pemandu sehingga sekarang ada di bagian dalam kateter angioplasty. Angioplasty kateter dengan lembut didorong ke depan, sampai balon kempes berada di dalam blokade.
7.   Balon kemudian dikembangkan, dan memampatkan plak atheromatous dan membentang di dinding arteri untuk memperluas.
8.   Jika tabung wire mesh expandable ( stent ) berada di balon, maka stent akan ditanamkan (ditinggalkan) untuk membentang pembukaan posisi arteri baru dari dalam.
Koroner stenting
Tradisional ("bare metal") stent koroner menyediakan kerangka kerja mekanis yang mempertahankan dinding arteri terbuka, mencegah stenosis, atau penyempitan, dari arteri koroner. PTCA dengan stenting telah terbukti lebih unggul dibandingkan hanya dengan angioplasti saja, keberhasilan pada pasien terbukti menjaga arteri paten untuk jangka waktu yang lebih lama.
Eluting obat stent (DES) terbaru adalah stent tradisional yang dilapisi dengan obat-obatan, yang bila ditempatkan di arteri, melepaskan obat-obatan tertentu dari waktu ke waktu telah menunjukkan bahwa jenis stent ini membantu mencegah restenosis arteri melalui beberapa mekanisme fisiologis yang berbeda, yang menghalangi pertumbuhan jaringan di lokasi stent dan modulasi lokal respon inflamasi tubuh serta respon imun/kekebalan tubuh. Lima obat, A9 Biolimus, Zotarolimus, sirolimus , everolimus dan paclitaxel , telah menunjukkan keamanan dan keampuhan dalam uji klinis terkontrol oleh produsen perangkat stent. Namun, pada tahun 2006 tiga percobaan di Eropa tampaknya menunjukkan bahwa stent obat-eluting mungkin rentan terhadap suatu peristiwa yang dikenal sebagai "akhir thrombosis stent", di mana pembekuan darah di dalam stent dapat terjadi 1 tahun atau lebih pasca-stent. Akhir trombosis stent terjadi pada 0,9% pasien, dan sangat berbahaya yang berakibat fatal pada sekitar sepertiga dari kasus-kasus ketika trombosis terjadi. Generasi baru produk DES, seperti stent BioMatrix dipasarkan oleh biosensor Internasional sejak Januari 2008 di Eropa, dan berusaha untuk menghilangkan risiko thrombosis ini dengan menggunakan pelapis dan ramah lingkungan.
B.  ETIOLOGI
Proses arteriosclerotic dapat dipercepat dengan merokok , tekanan darah tinggi , kadar kolesterol tinggi , dan diabetes. Individu juga berisiko lebih tinggi untuk arteriosclerosis jika mereka lebih tua (lebih dari 45 tahun untuk pria dan 55 tahun untuk wanita) atau jika mereka memiliki keluarga yang positif riwayat penyakit jantung koroner.
Tingkat serangan jantung adalah lebih tinggi dalam hubungan dengan tenaga kuat, baik itu stres psikologis atau fisik tenaga, terutama jika tenaga lebih kuat daripada individu biasanya melakukan. Secara kuantitatif, periode latihan intens dan pemulihan selanjutnya dikaitkan dengan sekitar 6-kali lipat lebih tinggi tingkat miokard infark (dibandingkan dengan yang lain santai frame lebih banyak waktu) bagi orang yang secara fisik sangat fit. Bagi mereka dalam kondisi fisik yang buruk, perbedaan suku adalah lebih dari 35 kali lipat lebih tinggi. Mekanisme Satu untuk fenomena ini adalah tekanan nadi arteri meningkat peregangan dan relaksasi arteri dengan setiap denyut jantung yang, seperti yang telah diamati dengan USG intravaskular , meningkatkan mekanik "tegangan geser" pada atheromas dan kemungkinan pecahnya plak.
Parah infeksi akut, seperti pneumonia , dapat memicu infark miokard. Sebuah link kontroversial lagi adalah bahwa antara Chlamydophila pneumoniae infeksi dan aterosklerosis. Sementara organisme intraselular ini telah dibuktikan dalam plak aterosklerotik, bukti-bukti yang meyakinkan, apakah itu dapat dianggap sebagai faktor penyebab. Pengobatan dengan antibiotik pada pasien dengan aterosklerosis terbukti belum menunjukkan penurunan risiko serangan jantung atau penyakit pembuluh darah koroner.
Ada asosiasi peningkatan insiden serangan jantung di pagi hari, lebih khusus sekitar 9:00. Beberapa peneliti telah memperhatikan bahwa kemampuan untuk agregat trombosit bervariasi sesuai dengan irama sirkadian, meskipun mereka belum terbukti sebab-akibat.
Faktor risiko
Faktor risiko aterosklerosis biasanya faktor risiko untuk infark miokard:
·                     Diabetes (dengan atau tanpa resistensi insulin ) - yang penting yang paling faktor risiko penyakit jantung iskemik (IHD)
·                     Merokok
·                     Hiperkolesterolemia (lebih akurat hyperlipoproteinemia , terutama tinggi low density dan low density lipoprotein tinggi )
·                     Low HDL
·                     Tinggi Trigliserida
·                     High blood pressure Tekanan darah tinggi
·                     Riwayat keluarga penyakit jantung iskemik (IHD)
·                     Obesitas (didefinisikan oleh indeks massa tubuh lebih dari 30 kg / m², atau alternatif oleh lingkar pinggang atau rasio pinggang-pinggul ).
·                     Umur : Pria mendapatkan faktor risiko independen pada usia 45, Wanita memperoleh faktor risiko independen pada usia 55, di samping individu memperoleh faktor lain risiko independen jika mereka memiliki gelar laki-laki relatif-pertama (kakak, ayah) yang mengalami peristiwa pembuluh darah koroner pada atau sebelum usia 55. Faktor lain risiko independen diperoleh jika seseorang memiliki seorang saudara perempuan tingkat pertama (ibu, adik) yang menderita acara pembuluh darah koroner pada usia 65 tahun atau lebih muda.
·                     Hyperhomocysteinemia (tinggi homocysteine , darah beracun asam amino yang tinggi ketika asupan vitamin B 2, B 6, B 12 dan asam folat tidak mencukupi)
·                     Stress (pekerjaan dengan indeks stres yang tinggi diketahui memiliki kerentanan untuk aterosklerosis )
·                     Studi Alkohol menunjukkan bahwa kontak yang terlalu lama jumlah alkohol yang tinggi dapat meningkatkan resiko serangan jantung
·                     Pria lebih berisiko daripada wanita.
·                     Banyak faktor-faktor risiko dimodifikasi, serangan jantung begitu banyak dapat dicegah dengan mempertahankan gaya hidup yang sehat. Aktivitas fisik, misalnya, terkait dengan profil resiko yang lebih rendah. Dimodifikasi faktor risiko-rokok meliputi usia, jenis kelamin, dan sejarah keluarga dari serangan jantung dini (sebelum usia 60), yang diduga sebagai mencerminkan predisposisi genetik .
·                     Sosial ekonomi faktor-faktor seperti lebih pendek pendidikan dan menurunkan laba (terutama pada wanita), dan hidup bersama belum menikah juga dapat berkontribusi terhadap risiko MI. Untuk memahami hasil studi epidemiologi, penting untuk dicatat bahwa banyak faktor yang terkait dengan MI menengahi risiko melalui faktor lain. Sebagai contoh, pengaruh pendidikan adalah sebagian berdasarkan pengaruhnya terhadap pendapatan dan status perkawinan .
·                     Wanita yang menggunakan pil kontrasepsi oral kombinasi memiliki peningkatan risiko infark miokard sederhana, terutama di hadapan faktor risiko lain, seperti merokok.
Peradangan dikenal menjadi langkah penting dalam proses plak aterosklerosis formasi. Reaktif protein C (CRP) adalah sensitif tetapi non-spesifik penanda untuk peradangan. CRP darah meningkat, terutama diukur dengan tes sensitivitas yang tinggi, dapat memprediksi risiko MI, serta stroke dan pengembangan diabetes. Selain itu, beberapa obat untuk MI juga bisa mengurangi tingkat CRP. Penggunaan tinggi sensitivitas CRP tes sebagai alat skrining populasi umum disarankan keberatan, tapi dapat digunakan opsional pada dokter kebijaksanaan, pada pasien yang sudah hadir dengan faktor-faktor risiko lain atau dikenal penyakit arteri koroner . Apakah CRP memainkan peran langsung dalam aterosklerosis masih belum jelas.
Peradangan pada periodontal penyakit dapat dihubungkan penyakit jantung koroner, dan karena periodontitis sangat umum, hal ini dapat menimbulkan konsekuensi yang besar bagi kesehatan masyarakat . Studi serologis mengukur antibodi terhadap tingkat khas penyebab periodontitis bakteri menemukan bahwa antibodi tersebut lebih hadir dalam mata pelajaran dengan penyakit jantung koroner. Periodontitis cenderung untuk meningkatkan tingkat darah CRP, fibrinogen dan sitokin ; demikian, periodontitis dapat memediasi pengaruhnya terhadap risiko MI melalui faktor-faktor risiko lainnya. praklinis penelitian menunjukkan bahwa bakteri periodontal dapat mempromosikan agregasi trombosit dan mempromosikan pembentukan sel busa . Peran untuk bakteri periodontal spesifik telah diusulkan, tetapi masih harus dibentuk. Ada beberapa bukti bahwa influenza dapat memicu infark miokard akut.
Kebotakan , rambut yang mulai memutih , diagonal lipatan daun telinga ( 's tanda Frank ) dan mungkin lainnya kulit fitur telah diusulkan sebagai faktor risiko independen untuk MI. Peran mereka masih kontroversial, sebuah denominator umum dari tanda-tanda dan risiko MI seharusnya, mungkin genetik.
Deposisi kalsium adalah bagian lain dari pembentukan plak aterosklerotik. simpanan kalsium di arteri koroner dapat dideteksi dengan CT scan . Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kalsium koroner dapat memberikan informasi prediksi di luar itu faktor risiko klasik.
Masyarakat Eropa Kardiologi dan Asosiasi Eropa untuk Pencegahan dan Rehabilitasi Kardiovaskular telah mengembangkan alat interaktif untuk prediksi dan mengelola resiko serangan jantung dan stroke di Eropa. HeartScore ditujukan untuk mendukung dokter dalam mengoptimalkan pengurangan risiko kardiovaskular individu. Program Heartscore tersedia dalam 12 bahasa dan menawarkan versi berbasis PC.

C.  TANDA DAN GEJALA
Timbulnya gejala infark miokard (MI) biasanya bertahap, selama beberapa menit, dan jarang seketika. Nyeri dada merupakan gejala yang paling umum dari infark miokard akut dan sering digambarkan sebagai sensasi sesak, tekanan, atau meremas . Nyeri dada karena iskemia (kekurangan maka pasokan oksigen dan darah) dari otot jantung disebut angina pectoris . Nyeri menjalar paling sering ke kiri lengan , tetapi juga dapat menyebar ke bawah rahang , leher , lengan kanan, punggung , dan epigastrium , di mana ia dapat meniru mulas . 's sign Levine , di mana pasien melokalisasi nyeri dada dengan mengepalkan tangan mereka diatas sternum , telah klasik dan dianggap prediksi nyeri dada jantung, meskipun penelitian observasional prospektif menunjukkan bahwa mereka memiliki prediksi nilai positif miskin.
Sesak napas ( dyspnea ) terjadi ketika kerusakan jantung membatasi output dari ventrikel kiri , menyebabkan kegagalan ventrikel kiri dan konsekuen edema paru . Kelemahan, pusing , mual , muntah , dan jantung berdebar . Gejala-gejala ini mungkin disebabkan oleh gelombang besar katekolamin dari sistem saraf simpatik yang terjadi sebagai respon terhadap rasa sakit dan kelainan hemodinamik yang dihasilkan dari disfungsi jantung. Hilangnya kesadaran (karena perfusi serebral tidak memadai dan syok kardiogenik) dan kematian mendadak (sering karena perkembangan fibrilasi ventrikel) dapat terjadi pada infark miokard.
Perempuan dan pasien tua melaporkan gejala atipikal lebih sering daripada laki-laki mereka dan rekan-rekan yang lebih muda. Perempuan juga melaporkan berbagai gejala yang lebih dibandingkan dengan laki-laki (2,6 pada rata-rata 1,8 vs gejala pada laki-laki). Gejala yang yang paling umum MI pada wanita meliputi dyspnea (sesak napas), kelemahan, dan kelelahan . Kelelahan, gangguan tidur, dan dyspnea telah dilaporkan sebagai sering terjadi gejala yang dapat bermanifestasi selama satu bulan sebelum acara sebenarnya iskemik klinis terwujud. Pada wanita, nyeri dada mungkin kurang prediksi koroner iskemia dibandingkan pria.
Sekitar seperempat dari semua infark miokard adalah diam, tanpa rasa sakit dada atau gejala lainnya. Kasus-kasus ini dapat ditemukan di kemudian hari electrocardiograms, menggunakan enzim tes darah atau pada autopsi tanpa riwayat pengaduan yang berkaitan. Sebuah kursus diam lebih sering terjadi pada lansia , pada pasien dengan diabetes mellitus dan setelah transplantasi hati , mungkin karena donor jantung yang tidak terhubung ke saraf dari tuan rumah. Pada penderita diabetes, perbedaan dalam ambang nyeri , neuropati otonom , dan psikologis faktor telah dikutip sebagai penjelasan atas kurangnya gejala.
Setiap kelompok gejala yang kompatibel dengan tiba-tiba gangguan aliran darah ke jantung yang disebut sindrom koroner akut .
The Diagnosis diferensial meliputi penyebab lain nyeri dada, seperti emboli paru , diseksi aorta , efusi perikardial menyebabkan tamponade jantung , pneumotoraks ketegangan , dan pecah kerongkongan . Perbedaan lainnya termasuk refluks gastroesophageal dan Sindrom Tietze .
D.  PATOFISIOLOGI
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin disebabkan penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan arteri total oleh emboli atau thrombus. Penurunan aliran darah ke arteri koroner mungkin juga dapat disebabkan oleh syock atau perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terdapat ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung.
E.   PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan di ruang emergency ( gawat darurat ) :
·                      Tirah baring ( bed rest total )
·                      Oksigenasi 4 Lpm ( saturasi dipertahankan > 90% )
·                      Aspirin 160-325 mg dikunyah
·                      Nitrat diberikan 5 mg SL ( sublingual ), dapat diulang 3 x lalu lanjutkan dengan drip intravenous bila masih nyeri
·                      Clopidogrel 300 mg PO ( peroral ) jika sudah pernah diberikan sebelumnya
·                      Morfin bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat
·                      Tentukan pilihan revaskularisasi ( memperbaiki aliran darah koroner dan reperfusi miokard harus dilakukan pada STEMI Akut dengan presentasi ≤ 12 jam
Penatalaksanaan diruang rawat intensif ( 24 jam awal )
·                     Monitoring kontinu 24 jam awal
·                     Nitrogliserin
·                     Nitrat oral short acting SL tiap 5 menit untuk nyeri dada
·                     Pemberian IV kontinu pada keadaan gagal jantung, hipertensi atau tanda-tanda iskemi yang menetap
·                     Aspirin
Aspirin kunyah 162-325 mg diberi jika belum pernah diberi, selanjutnya 75-162 mg sehari
·                     Clopidogrel
·                     Loading clopidogrel 300 mg PO, dilanjutkan 75 mg sehari
·                     Pasien pasca PCI, clopidogrel diberi berdasarkan jenis stent, stent bare metal minimum 1 bulan dan stent drug eluting diberi minimal 12 bulan
·                     Beta bloker
Diberikan bila tidak ada kontra indikasi dilanjutkan dosis optimal
Kontra indikasi : tanda-tanda gagal jantung akut, hipotensi, meningkatkan resiko syock kardiogenik
Kontra indikasi relative lain : PR interval > 0,24 mm, AV Blok drajat 2 atau 3,astma bronchial aktif/kelainan saluran nafas reaktif
·                     Ace inhibitor
Pada pasien dengan infark anterior, kongstif paru, EF < 40%, jika tidak terdapat tanda-tanda hipotensi < 100 mmHg atau < 30 mmHgdari base line
·                     Angiotensin receptor bloker ( ARB)
Diberikan bila intoleran pada ACE inhibitor
·                     Heparinisasi
Diberikan pada keadaan infark anterior luas, resiko tinggi thrombosis, LV fungsi buruk, fibrilasi atrium, curiga thrombus, intrakardiak onset STEMI > 12 jam tanpa revaskularisasi
·                     Pengobatan nyeri
·                     Morfin sulfat IV dosis 2-4 mg interval 5-15 menit
·                     NSAID lain dihentikan atau dihindari
·                     Anti anxietas
Sesuai kondisi
·                     Pencahar
·                     Laboratorium
Biomarker kardiak, darah lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin
·                     Revaskularisasi fibrinolitik Vs PCI dilakukan pada pasien ≤ 12 jam
Terapi fibrinolitik
·                     Direkomendasikan pada ≤ 3 jam, tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan terlambat
·                     Waktu antar pasien tiba sampai dengan inflasi balon > 90 menit
·                     ( Waktu antar pasien tiba sampai dengan inflasi balon ) dikurangi ( waktu antara pasien tiba sampai dengan proses fibrinolitik ) > 1 jam
Primary PCI ( percutaneus coronary intervention )
·                     Direkomendaiskan pada presentasi > 3 jam
·                     Tersedia fasilitas PCI
·                     Waktu kontak antara pasien tiba dengan inflasi balon < 90 menit
·                     Waktu kontak antara pasien tiba dengan inflasi balon dikurangi ( waktu antara pasien tiba sampai dengan proses fibrinolitik ) < 1 jam
·                     Terdapat kontra indikasi fibrinolitik
·                     Resiko tinggi ( gagal jantung kongestif, killip kelas = 3 )
·                     Diagnose infark miokard dengan ST elevasi masih diragukan
Kontraindikasi fibrinolitik absolute
·                     Riwayat perdarahan intracranial kapanpun
·                     Lesi structural cerebrovascular. Contoh ; arterio venous malformation
·                     Tumor intracranial ( primer maupun metastasis )
·                     Stroke iskemik dalam 3 bulan kecuali dalam 3 jam terakhir
·                     Dicurigai diseksi aorta
·                     Adanya trauma/pembedahan/trauma kepala dalam 3 bulan terakhir
·                     Adanya perdarahan aktif ( tidak termasuk menstruasi )
Kontraindikasi fibrinolitik relative
·                     Riwayat hipertensi kronik
·                     Hipertensi berat tidak terkontrol. Systole > 180 mmHg Diastole > 110 mmHg
·                     Riwayat stroke, iskemik > 3 bulan, demensia, atau kelainan intracranial selain pada absolute
·                     Resusitasi jantung paru traumatic atau lama > 10 menit atau operasi besar < 3 minggu
·                     Perdarahan internal dalam 24 minggu terakhir
·                     Terapi anti koagulan oral
·                     Kehamilan
·                     Non compressible puncture
·                     Ulkus peptikum aktif
·                     Khusus untuk streptokinase / anistreplace riwayat alergi pada zat tersebut
Cara penggunaan Heparin
·                     Dosis Unfractionated Heparin ( UFH ) sebagai ko-terapi : bolus IV 60 U/kgBB maksimum 4000 U. dosis pemeliharaan perdrip 12 U/kgBB selama 24-48 jam dengan dosis maksimum 1000 U/jam dengan target aPTT 50-70 detik
·                     Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam setelah terapi UFH dimulai
·                     LMWH dapat digunakan sebagai alternative UFH pada pasien berusia < 75 tahun dengan perfusi ginjal baik ( kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-laki dan < 2,0pada perempuan
Rescue PCI
·                     Dilakukan bila terdapat kegagalan fibrinolitik pada pasien infark luas yang disertai ;
·                     Hemodinamik tidak stabil atau dengan aritmia
·                     Keluhan iskemik berkepanjangan
·                     Syock kardiogenik
·                     Pada pasien dengan kegagalan reperfusi atau reoklusi dimana recue PCI tidak dapat dilakukan segera. Reperfusi secara medikamentosa harus dipertimbangkan dengan fibrinolitik ulang atau pemberian tirofiban
·                     Pemeliharaan stent pada PCI Primer atau rescue PCI bare metal stent
F.   KOMPLIKASI
Angioplasty koroner secara luas dipraktekkan dan memiliki sejumlah resiko; Namun, komplikasi prosedural utama jarang terjadi. Angioplasty koroner biasanya dilakukan oleh kardiolog intervensi, seorang dokter dengan pelatihan khusus dalam pengobatan jantung menggunakan invasif kateter berdasarkan prosedur.
Pasien biasanya terjaga selama angioplasti, dan ketidaknyamanan dada mungkin dialami selama prosedur; pelaporan gejala menunjukkan prosedur ini menyebabkan iskemia dan ahli jantung dapat mengubah atau membatalkan bagian dari prosedur. Pendarahan dari titik penyisipan di selangkangan adalah umum, sebagian karena penggunaan anti- platelet obat pembekuan. Beberapa memar Oleh karena itu diharapkan, tapi kadang-kadang hematoma bisa terbentuk. Hal ini dapat menunda sirkulasi darah mengalir dari arteri ke hematoma (pseudoaneurysm) yang mensyaratkan perbaikan bedah. Infeksi di tempat tusukan kulit jarang terjadi dan diseksi (merobek) dari pembuluh darah akses tidak umum. Reaksi alergi ke pewarna kontras yang digunakan mungkin terjadi, tetapi dapat dikurangi dengan agen yang lebih baru. Penurunan fungsi ginjal dapat terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal yang sudah ada, namun gagal ginjal yang membutuhkan dialisis jarang. Komplikasi Vascular akses jarang terjadi ketika prosedur dilakukan melalui arteri radial.
Resiko yang paling serius adalah kematian, stroke , VF (non-berkelanjutan VT adalah umum), infark miokard (serangan jantung) dan diseksi aorta . Sebuah serangan jantung selama atau segera setelah prosedur terjadi pada 0,3% kasus, ini mungkin memerlukan CABG darurat. Cedera otot Hati yang ditandai dengan peningkatan kadar CK-MB , troponin I , dan troponin T dapat terjadi sampai 30% dari semua prosedur PCI. Peningkatan enzim telah dikaitkan dengan hasil klinis seperti risiko kematian yang lebih tinggi, MI selanjutnya dan kebutuhan untuk prosedur revaskularisasi ulang . Angioplasty dilakukan segera setelah infark miokard memiliki risiko menyebabkan stroke dari 1 dalam 1000, yang kurang dari 1 dalam 100 risiko yang dihadapi oleh mereka yang menerima terapi obat trombolitik.
Seperti prosedur yang melibatkan jantung, komplikasi kadang-kadang dapat terjadi, meskipun jarang menyebabkan kematian. Kurang dari 2 persen orang meninggal selama angioplasti. Kadang-kadang nyeri dada dapat terjadi selama angioplasti karena blok sebentar balon dari suplai darah ke jantung. Risiko komplikasi lebih tinggi pada:
·                     Orang berusia 75 dan lebih tua
·                     Orang yang memiliki penyakit ginjal atau diabetes
·                     Perempuan
·                     Orang yang memiliki fungsi pemompaan miskin di hati mereka / kerusakan fungsi hati
·                     Orang yang memiliki penyakit jantung yang luas dan penyumbatan


























DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Muttaqim ‘Alim. (2009). Pocket ECG “How to learn ECG from zero”, Intan Cendikia
Andrianto, Petrus. (1995). Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta ,
Dr. Surya Dharma, SpJP, FIHA. (2010) , Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG, ECG
Guyton, Arthur C., dkk. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
NANDA, Nursing Diagnoses: Intervention & Classification 2001 – 2002, North America Nursing Diagnosis Association
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. (2009). Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia Edisi 2, PERKI
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Standar Pelayanan Medik RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta
Saunders. (2005). Drugs for the Heart Sixth edition, India

No comments:

Post a Comment

Contoh Proposal Kegiatan

PROPOSAL KEGIATAN PENYULUHAN MENCUCI TANGAN YANG BENAR   PROGRAM STUDI PROFESI...