Friday, March 25, 2016

LAPORAN PENDAHULUAN GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)



LAPORAN PENDAHULUAN
GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)
Di R. E RSUD Kanjuruhan Kepanjen – Malang



LOGO STIKES KEPANJEN.jpg
 








Oleh :

HANIFAN FAUZI
2014.03.036


PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KEPANJEN - MALANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN


Laporan pendahuluan dengan judul “GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)” di ruang E RSUD Kanjuruhan Kepanjen - Malang, telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing :





Mengetahui,








Pembimbing Institusi




(                                              )
 


Pembimbing Lahan




(                                              )
 

 








LAPORAN PENDAHULUAN
GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)

A.    PENGERTIAN
Glomerulo Nefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan peradangan pada kapiler glomerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh dan sisa-sisa pembuangan. (Suriadi, dkk, 2001)
Glomerulo Nefritis adalah sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen.
(Engran, Barbara, 1999)
Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis ginjal terhadap bakteri / virus tertentu. (Ngastiyah, 2005)
Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah istilah yang secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus. (Brunner & Suddarth, 2001)
Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah bentuk nefritis yang paling sering pada masa kanak-kanak dimana yang menjadi penyebab spesifik adalah infeksi streptokokus. (Sacharin, Rosa M, 1999)

B.     ETIOLOGI
Penyebab Glomerulo Nefritis Akut adalah:
1.        Adanya infeksi ekstra renal terutama disaluran napas bagian atas atau kulit oleh kuman  streptokokus beta hemolyticus golongan A, tipe 12, 16, 25, dan 49).
2.        Sifilis
3.        Bakteri dan virus
4.        Keracunan (Timah hitam, tridion)
5.        Penyakit Amiloid
6.        Trombosis vena renalis
7.        Penyakit kolagen






C.    PATOFISIOLOGI
Suatu reaksi radang pada glomerulus dengan sebukan lekosit dan proliferasi sel, serta eksudasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam ruang Bowman.
Gangguan pada glomerulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu respon imunologi yang terjadi dengan adanya perlawanan antibodi dengan mikroorganisme yaitu streptokokus A.
Reaksi antigen dan antibodi tersebut membentuk imun kompleks yang menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding kapiler dan menjadikan lumen pembuluh darah menjadi mengecil yang mana akan menurunkan filtrasi glomerulus, insuffisiensi renal dan perubahan permeabilitas kapiler sehingga molekul yang besar seperti protein dieskresikan dalam urine (proteinuria).
























D.  MANIFESTASI KLINIS
1.    Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
2.    Proteinuria (protein dalam urine)
3.    Oliguria (keluaran urine berkurang)
4.    Nyeri panggul
5.    Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang mungkin tidak terlihat oleh seorang yang tidak mengenal anak dengan baik).
6.    Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali pada hari pertama.
7.    Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik.
8.    Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, dan diare.
9.    Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan kesadaran menurun.
10.  Fatigue (keletihan atau kelelahan)

E.  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.    Laju Endap Darah (LED) meningkat
2.    Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)
3.    Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin darah meningkat bila fungsi ginjal mulai menurun.
4.    Jumlah urine berkurang
5.    Berat jenis meninggi
6.    Hematuria makroskopis ditemukan pada 50 % pasien.
7.    Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit dan hialin.
8.    Titer antistreptolisin O (ASO) umumnya meningkat jika ditemukan infeksi tenggorok, kecuali kalau infeksi streptokokus yang mendahului hanya mengenai kulit saja.
9.    Kultur sampel atau asupan alat pernapasan bagian atas untuk identifikasi mikroorganisme.
10.  Biopsi ginjal dapat diindikasikan jika dilakukan kemungkinan temuan adalah meningkatnya jumlah sel dalam setiap glomerulus dan tonjolan subepitel yang mengandung imunoglobulin dan komplemen.
F.   KOMPLIKASI
Komplikasi glomerulonefritis akut:
1.  Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
2.  Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3.  Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4.  Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoietik yang menurun.
5.  Gagal Ginjal Akut (GGA)

G.  PENATALAKSANAAN
1.    Keperawatan
a.     Tirah baring diperlukan untuk anak dengan hipertensi dan edema dan terutama untuk mereka dengan tanda ensefalopati dan kegagalan jantung. Tirah baring dianjurkan selama fase akut sampai urin berwarna jernih dan kadar kreatinin dan tekanan darah kembali normal. Lama tirah baring dapat ditentukan dengan mengkaji urin pasien. Kasus ringan dengan tekanan darah normal dan sedikit edema dapat diberikan aktivitas terbatas tetapi tidak boleh masuk sekolah karena aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan proteinuria dan hematuria.
b.    Cairan. Masukan cairan biasanya dibatasi jika keluaran urin rendah. Pada beberapa unit dibatasi antara 900 dan 1200 ml per hari. Separuh dari masukan cairan dapat berupa susu dan separuh lainnya air. Sari buah asli harus dihindari karena mereka mengandung kalium yang tinggi. Ini merupakan hal yang penting keluaran urinarius kurang dari 200 sampai 300 ml per hari karena bahaya retensi kalium.
c.     Diit
Jika terjadi diuresis dan hipertensi telah hilang, makanan seperti roti, buah-buahan, kentang dan sayur-sayuran dapat diberikan. Garam dibatasi (1 g/hari) hingga hipertensi dan edema menurun. Protein dibatasi (1 g/kgBB/hari) jika nitrogen urea darah meningkat dan sementara hematuria ditemukan. Jika hematuria mikroskopik, masukan protein dapat dimulai kembali atau ditingkatkan.
d.    Pertimbangan harian sebagai indikasi peningkatan atau penurunan edema.
e.     Pentatatan tekanan darah
f.     Uji urine harian untuk darah dan protein (kualitatif dan kuantitatif)
g.    Dukungan bagi orang tua. Ini termasuk pengenalan kecemasan mereka dan mengurangi kecemasan dengan memberikan informasi yang adekuat mengenai kondisi dan kemajuan yang dialami anak. Orang tua menginginkan informasi mengenai derajat keterlibatan ginjal dan gambaran masa depan. Bimbingan harus diberikan mengenai penyembuhan tindak lanjut dan pencegahan infeksi streptokokus.
2.    Medis
a.     Pemberian penisilin pada fase akut (baik secara oral atau intramuskuler). Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi streptokokus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil.
b.    Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intamuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya pemberian resepin peroral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgBB/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
c.     Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari) maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan sebagainya.
d.    Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosamid (lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/hari) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
e.     Bila timbul gagal jantung, diberikan dialisis, sedativum dan oksigen.


H.   PROGNOSIS
Glomerululonefritis akut (GNA)
Diperkirakan 95% akan sembuh sempurna dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis (Abdul Latiefdkk, 1985).
Glomerululonefritis Kronis
Menurunnya fungsi ginjal dapat berlangsung perlahan–lahan, tetapi kadang kadang dapat berlangsung cepat dan berakhir dengan kematian akibat uremia dalam beberapa bulan. Sering kematian terjadi dalam waktu 5–10 tahun tergantung kepada kerusakan ginjal.

I.         EPIDEMIOLOGI
Penyakit Glomerulonefritis akut (GNA) sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibanding anak wanita (Abdul Latiefdkk, 1985).

J.    ASUHAN KEPERAWATAN
       1.    Pengkajian
a)         Identitas Klien:
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering pada pria
b)        Riwayat penyakit sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus atau penyakit autoimun lain.
c)         Riwayat penyakit sekarang : Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah  dan diare. Badan panas hanya sutu hari pertama sakit.
d)        Pertumbuhan dan perkembangan :
Pertumbuhan :
BB = 9x7-5/2=29 kg [  Behrman ], menurut anak umur 9 tahun Bbnya  adalah  BB umur 6 tahun = 20 kg ditambah 5-7 lb pertahun = 26 -  29 kg, tinggi badan anak  138 cm.  Nadi 80—100x/menit, dan RR 18-20x/menit,, tekanan darah 65-108/60-68 mm Hg. Kebutuhan kalori 70-80 kal/kgBB/hari. Gigi pemanen pertama /molar ,umur 6-7 tahun gigi susu mulai lepas, pada umur 10—11 tahun jumlah gigi permanen 10-11 buah.

Perkembangan :
Psikososial : Anak pada tugas perkembangan industri X inferioritas, dapat menyelesaikan tugas menghasilkan sesuatu
e)         Aktivitas/istirahat
-     Gejala: kelemahan/malaise
-     Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
f)     Sirkulasi
-     Tanda: hipertensi, pucat,edema
g)        Eliminasi
-     Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
-     Tanda:  Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
h)        Makanan/cairan
-     Gejala: peæBB (edema), anoreksia, mual,muntah
-     Tanda: penurunan haluaran urine
i)          Pernafasan
-     Gejala: nafas pendek
-     Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
j)          Nyeri/kenyamanan
-     Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
-     Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah 
k)        Pengkajian Perpola
1)   Pola nutrisi  dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya mual , muntah dan  anoreksia  menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
2)   Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri  : gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi  dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria   sampai anuria  ,proteinuri, hematuria.
3)   Pola Aktifitas dan latihan :
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan  dan tekanan darah mutlak selama 2  minggu dan mobilisasi  duduk dimulai  bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1 minggu.  Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban sirkulasi   dapat  menyebabkan  pemmbesaran jantung [ Dispnea, ortopnea dan pasien terlihat lemah] , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh darah. Hipertensi yang  menetap dapat  menyebabkan gagal jantung.   Hipertensi ensefalopati  merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah,  dan kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba  orang tua tidak mengetahui penyebab dan  penanganan penyakit ini.
4)   Pola  tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
5)   Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar  dan rasa gatal.Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang  menurun.
6)      Persepsi diri :
Klien  cemas  dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan  perawatan yang  lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
7)      Hubungan peran :
Anak  tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh  dan lingkungan perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
8)      Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan  sebelum tidur.
Pemeriksaan penunjang :
1.    LED tinggi  dan Hb rendah
2.    Kimia darah:
Serum albumin turun sedikit, serum komplemen turun, ureum dan kreatinin naik. Titer antistreptolisin umumnya naik [ kecuali infeksi streptokok yang mendahului mengenai kulit saja ].
  1. Jumlah urin mengurang, BJnya rendah , albumin  +, erittrosit ++, leukosit + dan terdapat silinder leukosit, Eri dan hialin.
  2. Kultur darah dan tenggorokan : ditemukan kuman streptococus Beta Hemoliticus gol A
  3. IVP : Test fungsi Ginjal normal pada 50 %  penderita
6.      Biopsi Ginjal  : secara makroskopis ginjal tampak membesar,  pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada kortek. Mikroskopis  ttampak hammpir semua glomerulus  terkena. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus  yang keras sehingga  lumen dan ruang simpai Bowman , Infiltrasi sel epitelkapsul dan  sel PMN dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron tampak BGM  tidak  teratur. Terdapat gumpalan humps di sub epitel mungkin  dibentuk oleh  globulin-gama, komplemenn dan antigen streptokokus.
2.    Diagnosa keperawatan :
  1. Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan disfungsi ginjal
  2. Potensial kelebihan  volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
  3. Potensial terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
  4. Potensial gangguan perfusi jaringan:  serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis hipertensi.
  5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler  dan edema.
  6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi.




3.    Rencana keperawatan
1)  Intoleransi aktifitas b.d. kekurangan protein dan ddisfungsi ginjal
Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang dianjurkan.
Rencana
Rasional
1.      Pantau kekurangan protein yang berlebihan       [ proteinuri, albuminuria ]
2.      Gunakan diet protein untuk mengganti protein yang hilang.
3.      Beri diet tinggi protein tinggi karbohidrat.
4.      Tirah baring

5.      Berikan latihan selama pembatasan aktifitas

6.      Rencana aktifitas denga waktu istirahat.
7.      Rencanakan cara progresif untuk kembali beraktifitas  normal ; evaluasi tekanan darah dan haluaran protein  urin.
1.   Kekurangan protein beerlebihan dapat menimbulkan kelelahan.
2.   Diet yang adekuat dapat mengembalikan kehilangan
3.   TKTP berfungsi menggantikan
4.   Tirah baring meningkatkan mengurangi penggunaan energi.
5.   Latihan penting untu kmempertahankan tunos otot
6.   Keseimbangan aktifitas dan istirahat mempertahankan kesegaran.
7.   Aktifitas yang bertahap menjaga kesembangan dan tidak mmemperparah proses penyakit
2)  Potensial kelebihan  volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
Tujuan : Klien tidak menunjukan kelebihan volume  cairan
Rencana
Rasional
1.      Pantau dan laporkan tanda dan gejala kelebihan cairan :
2.      Ukur dan catat intak dan output setiap 4-8 jam
3.      Catat  jumlah dan karakteristik urine
4.      Ukur berat jenis urine tiap  jam  dan timbang BB tiap hari
5.      Kolaborasi dengan gizi dalam pembatasan diet natrium dan protein
6.      Berikan es batu  untuk mengontrol rasa haus dan maasukan dalam perhitungan intak
7.      Pantau elektrolit  tubuh  dan observasi adanya tanda kekurangan elektrolit tubuh
·      Hipokalemia : kram abd,letargi,aritmia
·      Hiperkalemia : kram otot, kelemahan
·      Hipokalsemia : peka rangsang pada neuromuskuler
·      Hiperfosfatemia: hiperefleksi,parestesia, kram otot, gatal, kejang
·      Uremia : kacau mental, letargi,gelisah
8.      Kaji efektifitas pemberian elektrolit parenteral dan oral
1,2.Memonitor kelebihan cairan sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan


3,4.Jumlah , karakteristik  urin  dan BB dapat menunjukan adanya ketidak seimbangan cairan.
5.Natrium dan protein meningkatkan osmolaritas sehingga tidak terjadi retriksi cairan.
6. Rangsangan dingin ddapat merangsang pusat haus
7.  Memoonitor adanya ketidak seimbangan elektrolit dan menentukan tindakan penanganan yang tepat.






8.Pemberian elektrolit yang tepat mencegah ketidak seimbangan elektrolit.

3)    Potensial terjadi infeksi [ ISK, lokal, sistemik ] b.d. depresi sistem imun
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi setelah diberikan asuhan keperawatan.
Rencana
Rasional
1.Kaji efektifitas pemberian imunosupresan


2.Pantau leukosit
3.Pantau suhu tiap 4 jam
4.Perhatikan karakteristik  urine, kolaborasi jikka keruh dan berbau
5.Hindari pemakaian alat/kateter pada saluran uriine
6.Pantau tanda dan gejala ISK dan lakukan tindakan pencegahan  ISK.
7.Gunakan dan anjurkan tehnik cuci tangan yang baik.
8.Anjurkan pada klien untuk menghindari orang terinfeksi
9.Lakukan pencegahan kerusakan integritas kulit
10. Anjurlkan pasien ambulasi dini.

1.Imunosupresan berfunsi menekan sisteem imun bila pemberiannya tidak ekeftif maka tubbuh akan sangat rentan terhadap infeksi
2.Indikator adanya infeksi
3.Memonitor suhu & mengantipasi infeksi
2.Urine keruh mmenunjukan adanya infeksi saluran kemiih
3.Kateter dapat menjadi media masuknya kuman ke saluran kemih
4.Memonitor adanya infeksi sehingga dapat dilakukan tindakan dengan cepat
5.Tehnik cuci tangan yang baik dapat memutus rantai penularan.
6.Sistim imun yang terganggu memudahkan untu terinfeksi.
7.Kerusakan integritas kulit merupakan hilangnya barrier pertama tubuh

4)    Potensial gangguan perfusi jaringan:  serebral/kardiopulmonal b.d. resiko krisis hipertensi.
Tujuan : Klien tidak mengalami perubahan  perfusi jaringan.
Rencana
Rasional
1.      Pantau  tanda dan gejala krisis hipertensi [ Hipertensi, takikardi, bradikardi, kacau mental, penurunan tingkat kesadaran, sakit kepala, tinitus, mual, muntuh, kejang dan disritmia].
2.       Pantau tekanan darah tiap jam dan kolaborasi bila ada peningkatan TD sistole >160 dan diastole > 90 mm Hg
3.      Kaji  keefektifan obat anti hipertensi
4.      Pertahankan TT dalam posisi rendah
1.         Krisis hipertensi menyebabkan suplay darah ke organ tubuh berkurang.
2.         Tekanan darah  yang tinggi menyebabkan suplay darah berkurang.
3.         Efektifitas obat anti hipertensi penting untuk menjaga adekuatnya perfusi jarringan.
4.         Posisi tidur yang rendah menjaga suplay darah yang cukup ke daerah cerebral


5)      Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler  dan edema.
Tujuan :  Klien tidak menunjukan adanya perubahan integritas kulit selama menjalani perawatan.
Rencana
Rasional
1.      Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan, memar, turgor dan suhu.
2.      Jaga kulit tetap kering dan bersih
3.      Bersihkan & keringkan daerah perineal setelah defikasi
4.      Rawat kulit dengan menggunakan lotion untuk mencegah kekeringan untuk daerah pruritus.
5.      Hindari penggunaan sabun yang keras dan kasar pada kulit klien
6.      Instruksikan klien untuk   tidak menggaruk  daerah pruritus.
7.      Anjurkan ambulasi semampu klien.
8.      Bantu klien untuk mengubah posisi setiap 2 jam jika klien tirah baring.
9.      Pertahankan linen bebas lipatan
10.  Beri pelindung pada tumit dan siku.
11.  Lepaskan pakaian, perhiasan yang dapat menyebabkan sirkulasi terhambat.
12.  Tangani area edema dengan hati -hati.
13.  Berikan suntikan dengan hati-hati .
14.  Perttahankan nutrisi adekuat.
1.   Mengantisipasi adanya kerusakan kulit sehingga dapat diberikan penangan dini.
2,3. Kulit yang kering dan bersih tidak mudah terjadi iritasi dan mengurangi media pertumbuhan kuman.
4. Lotion dapat melenturkan kulit sehingga tidak mudah pecah/rusak.
5.Sabun yang keras  dapat menimbulkan kekeringan kulit dan sabun yang kasar dapat menggores kulit.
7.   Menggaruk menimbulkan kerusakan kulit.
7,8.Ambulasi dan perubahan posisi meningkatkan sirkulasi dan mencegah penekanan pada satu sisi.
8.         Lipatan menimbulkan ttekanan pada kulit.
9.         Sirkulasi yang terhambat memudahkan terjadinya kerusakan kulit..
10.     Elastisitas kulit daerah edema sangat kurang sehingga mudah rusak
14.  Nutrisi yang adekuat meningkatkan pertahanan kulit





DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

Harnowo, Sapto. 2001. Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. St. Louis Missouri: Mosby INC.

Mansjoer, Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed 3, jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Mc. Closkey, cjuane, dkk. 1996. NIC. St.Louis missouri: Mosby INC.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Sacharin, Rosa M. 1999. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: ECG.

Santosa Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: PT. Fajar Luterpratama. Http://www.google.com. (Glomerulo Nefritis Akut)

No comments:

Post a Comment

Contoh Proposal Kegiatan

PROPOSAL KEGIATAN PENYULUHAN MENCUCI TANGAN YANG BENAR   PROGRAM STUDI PROFESI...